Kebijakan Baru BPJS Dinilai Beratkan Peserta

Senin , 26 Sep 2016, 17:15 WIB
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani peserta di kantor BPJS Kesehatan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (29/6).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani peserta di kantor BPJS Kesehatan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Ribka Tjiptaning mengkritik aturan baru BPJS kesehatan berkaitan dengan ketentuan menonaktifkan kepersertaan BPJS kesehatan, bila menunggak iuaran selama sebulan. Selain itu, ia juga keberatan dengan ketentuan semua anggota keluarga yang tercantum dalam Kartu Keluarga harus membayar iuran.

"Aturan itu nyata-nyata akan memberatkan keuangan para peserta BPJS Kesehatan mandiri, terutama yang berpendapatan menengah ke bawah," kata Ribka, dalam keterangan persnya, Senin (26/9).

Usulan 'Telat Bayar Kepesertaan BPJS Non-Aktif’ Perlu Uji Publik

Sebab, lanjut dia, aturan itu akan berpotensi terjadinya tunggakan pembayaran iuran, dan pada gilirannya akan membuat banyak peserta tidak bisa menggunakan Kartu BPJS kesehatan karena dinonaktifkan. Ia menilai, kebijakan itu jelas akan menggagalkan tujuan BPJS Kesehatan, menuju universal coverage.

"BPJS Kesehatan hanya akan dimiliki sebagian masyarakat Indonesia, tidak seluruh rakyat Indonesia," ucapnya.

Kalau kebijakan itu tetap dilanjutkan, Ribka meminta pemerintah harus memberikan solusi. Salah satu solusinya, menurut dia, peserta BPJS Kesehatan PBI (Penerima Bantuan Iuaran) harus dinaikkan jumlahnya.

Pemerintah juga harus membuka peluang bagi peserta mandiri yang tidak sanggup membayar iuran sesuai ketentuan baru untuk beralih ke PBI. Selain itu, Pemerintah harus memberikan prosedur yang jelas dan mudah untuk mengurusnya.

"Dan menunjuk lembaga atau intitusi mana yang akan mengurusinya. Sehingga masyarakat tidak bingung," ujarnya.