Pelaksanaan CSR Masih Parsial

Senin , 06 Jun 2016, 13:42 WIB
Program Corporate Social Responsibility (CSR) SEID bertajuk ”Aksi Nyata Untuk Bumi”
Foto: seid
Program Corporate Social Responsibility (CSR) SEID bertajuk ”Aksi Nyata Untuk Bumi”

REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Perusahaan berperan dalam pembangunan berkelanjutan. Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) juga berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ketua Komisi VIII DPR RI, Ali Taher mengatakan, sangat diperlukan Undang-undang yang mengatur tentang CSR.

Menurutnya, pengaturan CSR dalam sebuah undang-undang akan memberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan TJSP/CSR. "Sekarang ini 'kan baru parsial, yang diperlukan itu adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat mengatur secara umum atau secara keseluruhan, sehingga tidak berlaku parsial," ujar  Ali Taher dalam kunjungan kerja Panja Komisi VIII DPR mengenai RUU tentang CSR ke Kalimantan Timur, belum lama ini.

 

Komisi VIII DPR memerlukan masukan-masukan dari daerah-daerah, perusahaan-perusahaan dan masyarakat terkait dengan RUU TJSP/CSR. Menurutnya, memberikan kepastian hukum ini sangat diperlukan, karena jika tidak diatur dikhawatirkan akan terjadi ketidakadilan antara daerah dalam penerapannya. Ia memberi contoh, ada perusahaan besar di daerah tertentu tidak memberikan dana CSR, sementara ada perusahaan tertentu di daerah lain meski perusahaannya belum besar tapi memberikan dana CSR.

Dia mengatakan CSR harus dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, undang-undang itu harus memberikan jalan keluar bagi perusahaan-perusahaan sekaligus pemerintah mencari solusi terbaik dengan  empat pendekatan yaitu politik, ekonomi, lingkungan, dan sosial. Komisi VIII berharap RUU ini diperkaya dengan masukan-masukan dari Pemda, perusahaan dan masyarakat.

"Jangan sampai nantinya bertabrakan dengan program-program sosial yang sudah ada," katanya.

Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kaltim, Josep berharap RUU TJSP nantinya dapat berkontribusi terhadap pembangunan, dan khususnya kesejahteraan  masyarakat Kaltim. Menurutnya, perusahaan itu jangan hanya mengeruk, mengeksploitasi dan mendapatkan hasilnya saja tetapi tidak berkontribusi yang cukup.

"Selama ini  belum ada peraturan yang jelas, termasuk Perda yang telah diberlakukan di Kaltim," katanya.

 

Sumber : pemberitaan DPR