Jumat 01 Mar 2019 15:54 WIB

Wakil Ketua DPD: UU Desa Bawa Perubahan Positif

Perubahan positif dari UU Desa yakni desa tak lagi dianggap isu pinggiran.

UU Desa. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Akhmad Muqowam, dalam Simposium Nasional dengan tema “Menggagas Pemerintahan Desa sebagai Penyelenggara Langsung Pelayanan Publik”, di Universitas Tidar Magelang, Jumat (1/3).
Foto: DPD RI
UU Desa. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Akhmad Muqowam, dalam Simposium Nasional dengan tema “Menggagas Pemerintahan Desa sebagai Penyelenggara Langsung Pelayanan Publik”, di Universitas Tidar Magelang, Jumat (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Lima tahun UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) berjalan, telah membawa perubahan besar dalam lanskap politik dan pembangunan di Indonesia. Meski ada beberapa kontradiksi dalam penerapannya, yang harus segera diperbaiki.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Akhmad Muqowam, dalam Simposium Nasional dengan tema “Menggagas Pemerintahan Desa sebagai Penyelenggara Langsung Pelayanan Publik”, di Universitas Tidar Magelang, Jumat (1/3). Dalam kesempatan simposium ini, Akhmad Muqowam menjabarkan beberapa hal agar masyarakat lebih memahami  UU Desa.

Baca Juga

Ia mengajak untuk melihat kembali dua hal dalam UU Desa yaitu proses terbentuknya UU Desa dan substansi yang terkandung dalam UU Desa. "Substansi UU Desa yang kami perjuangkan saat itu adalah mendudukkan desa agar diakui dan mempunyai kewenangan lokal atas desa," jelas Ketua Pansus UU Desa 2014 tersebut.

Akhmad Muqowam mengatakan perkembangan positif pasca-UU Desa di antaranya adalah desa tidak lagi dianggap sebagai isu pinggiran dan kini banyak pihak yang memperhatikan pembangunan desa. Sehingga kini banyak generasi dan tokoh-tokoh muda yang tertarik menjadi kepala desa.

“Sebagian kecil desa tampil sebagai desa progresif sesuai spirit UU Desa antara lain karena kepemimpinan baru yang progresif, dukungan jaringan pembelajaran dan gerakan, pemahaman akan UU Desa yang lebih utuh, maupun konsolidasi gerakan dalam desa,” ujar A Muqowam yang menjadi Ketua Pansus UU Desa saat itu, seperti dalam siaran persnya.

Namun, disamping perkembangan positif UU Desa, Akhmad Muqowam mencatat adanya perkembangan negatif. Yakni kontradiksi kelembagaan, kontradiksi regulasi, dan kontradiksi dalam pendekatan. Salah satu contohnya adalah pemerintah lebih menekankan pengawasan dibanding pendampingan dan pemberdayaan desa.

“Kehadiran Polri, Kejaksaan dan Satgas Dana Desa terlibat dalam binwas menambah kerumitan dan ketakutan, serta berimplikasi meminimalisasi substansi dan fungsi pembinaan, sehingga lebih banyak menekankan kepada pengawasan daripada berbicara tentang pembinaan," jelas A Muqowam.

Melihat penerapan UU Desa yang masih perlu banyak perbaikan, DPD RI yang bertugas mengawasi jalannya UU Desa membuat manifesto di antaranya yaitu pemerintah lebih baik mengganti dua peraturan pemerintah (PP No.43/2014 jo PP No.47/2015 serta PP No.60/2014 jo PP No.22/2015) menjadi satu Peraturan Pemerintah yang baru. Kedua, urusan desa di dua Kementerian harus dikocok ulang, menghasilkan kepengurusan hal ihwal tentang desa dengan format baru dan utuh.

Ketiga, hentikan kepungan pengawasan yang dilakukan aparat penegak hukum maupun Satgas Dana Desa Kementerian Desa. Keempat, hentikan diskursus sempit “program dana desa” dan hadirkan diskursus baru yang mengarah pada perubahan desa.

“DPD RI juga berharap pemerintah segera memberikan solusi terhadap Badan Hukum BUMDesa dan menelurkan kebijakan yang terkait dengan hak desa memanfaatkan sumber daya milik bersama untuk kemakmuran desa,” kata A Muqowam.

Selain Akhmad Muqowam, yang menjadi narasumber dalam Simposium ini adalah Hanif Nurcholis (UT), Irfan Ridwan Maksum (UI), Sutoro Eko (APMD), dan Inosentius Samsul (BK DPR RI).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement