Selasa 04 Dec 2018 16:40 WIB

DPD Minta BPN Data Pemberian Hak Tanah Atas Rakyat

Ombudsman mencatat 1.138 aduan terkait laporan pertanahan pada 2017.

Wakil Ketua Komite I DPD RI Jacob Esau Komigi.
Foto: dpd
Wakil Ketua Komite I DPD RI Jacob Esau Komigi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mendesak pemerintah melalui ATR/BPN melakukan pendataan dan pemberian hak tanah atas rakyat. Wakil Ketua Komite I DPD RI Jacob Esau Komigi  mengatakan hak Penguasaan Lahan (HPL) dan tanah register menjadi perhatian bagi Komite I DPD RI.

Jacob Esau Komigi menegaskan, dari berbagai temuan lapangan Komite I DPD RI melalui berbagai kunjungan kerjanya, HPL dan tanah register merupakan sengketa pertanahan di daerah yang harus segera dibenahi. Jacob Esau Komigi menuturkan Indonesia masih menggunakan konsep doemein verklaring yang diadopsi dalam UU Pokok Agraria (UUPA) yang menjadi alasan negara untuk mengambil tanah–tanah yang dimiliki masyarakat umum tanpa menunjukan dokumen resmi kepemilikan.

Hal ini berimplikasi pada kriminalisasi dan meningkatnya konflik agraria. Ombudsman RI pernah mencatat 1.138 (14 persen) aduan terkait laporan pertanahan pada 2017 yang didominasi oleh masalah grondkaart, HPL dan tanah register. Terkait dengan konflik grondkaart dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL), Komite I DPD RI mendesak Kementerian ATR/BPN memberikan perhatian khusus terhadap konflik tersebut dengan berperan aktif memberikan solusi yang berkepastian hukum bagi masyarakat yang terdampak dengan melibatkan berbagai pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Grondkaart hasil dari sistem hukum kolonial, tidak dikenal didalam UU Pokok Agraria. Perbedaan penafsiran grondkaart antara pemerintah atau PT KAI dengan masyarakat sudah menimbulkan konflik masyarakat di berbagai daerah. DPD RI minta pemerintah tegas selesaikan masalah ini," kata Jacob, dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Kementerian Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dan Badan Pengusahaan Batam (BP BATAM).

Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN, Arie Yuriwien mengatakan untuk lahan grondkaart, HPL dan Tanah Register yang telah dikuasai oleh masyarakat dan akan digunakan oleh instansi yang memiliki tanah berdasarkan grondkaart, HPL dan lahan register kini dapat diselesaikan dengan menggunakan Perpres nomor 62 tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional.

“Di Perpres itu sangat baik, ada penyelesaian dengan Gubernur dan ganti ruginya melalui appraisal”, ujarnya.

Rapat Kerja juga mengagendakan pembahasan masalah yang cukup pelik didaerah, yaitu penyelesaian tanah register atau tanah – tanah bekas hutan. Komite I DPD RI menilai, persoalan ini mencerminkan kegagalan pemerintah memenuhi hak sosial ekonomi rakyat.

“Lahan Register ini kan kewenangan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH), mereka juga yang pertama kali mengeluarkan istilah lahan register. Bahkan lahan register belum didaftar ataupun dicatat dalam administrasi pertanahan yang menjadi kewenangan ATR/BPN," ujar Arie Yuriwien.

Dari pernyataan Arie terlihat Kementerian ATR/BPN dan Kementerian KLH masih berjalan sendiri–sendiri. “Komite I DPD RI meminta Kementerian ATR/BPN dan Kementerian KLH untuk rutin berkoordinasi, kalau perlu kami akan kirim surat kepada Presiden agar kedua kementerian ini tidak seperti tom and jerry yang setiap hari bertengkar terus," kata Jacob.

Kepala BP Batam, Lukito Dinarsyah Tuwo menjelaskan, seluruh tanah di Pulau Batam merupakan tanah dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan sebagian tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN) di Kememnterian Keuangan. Tanah diatas HPL dapat digunakan sendiri oleh pemegang HPL dan dapat dimanfaatkan oleh pihak ketiga dengan status hak pakai atau Hak Guna Bangunan (HGB) dengan jangka waktu penggunaan tertentu.

Namun demikian, Komite I DPD RI selama ini memandang bahwa kasus pertanahan di Batam cukup rumit karena sampai saat ini belum adanya publikasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) oleh BP Batam dan Pemkot Batam. BP Batam selama ini mengklaim sebagai lembaga yang otoritatif menguasai tanah Batam dalam bentuk Hak Pengelolaan (HPL). Sayangnya, hingga saat ini belum diselesaikan RTRW dan pendaftaran ke lembaga agraria yaitu Kementerian ATR/BPN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement