Senin 08 Oct 2018 15:36 WIB

MTQ Meneguhkan Ukhuwah dan Persatuan Nasional

MTQ dan seni membaca alquran adalah manifestasi budaya Islam.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Darmayanti Lubis menghadiri pembukaan MTQ Nasional.
Foto: DPD
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Darmayanti Lubis menghadiri pembukaan MTQ Nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Setelah menanti lama 47 tahun sejak menjadi penyelenggara Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional ke-4 tahun 1971, Medan, Sumatera Utara kembali menjadi tuan rumah MTQ Nasional ke-27 tahun 2018. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Darmayanti Lubis, yang hadir mendampingi Presiden Joko Widodo berharap MTQ bisa meneguhkan ukhuwah dan persatuan nasional.

“Sungguh membahagiakan bagi masyarakat Medan dan Sumatera Utara. Lama kita menantikan momen ini. Karenanya mari kita tunjukkan bahwa kita bisa menjadi tuan rumah yang baik dalam menyambut dan melayani kafilah dari seluruh provinsi,” ajak Darmayanti Lubis penuh antusias, Medan, Ahad (7/10) malam.

Selain rangkaian musabaqah (perlombaan), MTQ Nasional yang diikuti 1.555 peserta dari 35 Provinsi di Tanah Air ini, juga melangsungkan berbagai kegiatan pendukung lainnya seperti parade 1.000 hafidz, seminar penggalian seni budaya Islam berbasis alquran, pawai kendaraan hias, pameran, dan bazar. Rangkaian kegiatan MTQ Nasional sendiri berlangsung dari tanggal 4-13 Oktober 2018, dengan mengusung tema “MTQ Mewujudkan Revolusi Mental Menuju Insan Yang Qurani”.

Wakil Ketua DPD RI, Darmayanti Lubis, yang juga senator asal Sumatera Utara menilai bahwa MTQ dan seni membaca alquran adalah manifestasi budaya Islam yang telah hidup mengakar dan tumbuh subur dalam budaya nusantara.

“Kita lihat MTQ telah membudaya di masyarakat, mulai tingkat lokal, daerah, hingga nasional. Kemeriahan pelaksanaan MTQ Nasional yang diadakan bergiliran di berbagai daerah, tidak saja menguatkan syiar ajaran alquran, namun juga meneguhkan persatuan nasional dan ukhuwah Islamiyah, serta jalinan integritas antara Pemerintah Pusat dan Daerah,” terang Darmayanti.

Seni membaca alquran (tilawah) dan MTQ, memang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masyarakat Islam di Sumatera Utara. Dalam penelitan yang dilakukan LPTQ Nasional tahun 1994, Sumatera Utara memiliki jasa besar dalam perintisan budaya seni baca alquran di Tanah Air.

Ini terbukti dari catatan bahwa lomba membaca alquran pertama kali diadakan di Asahan Sumatera Utara tahun 1946. Ustaz Muhammad Ali Umar, pimpinan Persatuan Islam Kampung Bunga Asahan dalam memeriahkan maulid Nabi, melaksanakan lomba baca alquran yang dihadiri 300 orang.

Selain itu, Radio Republik Indonesia (RRI) Medan dan RRI Makassar, sejak tahun 1960-an rutin menyelenggarakan Pekan Tilawatil Qur’an (PTQ), yang biasa berlangsung pada bulan Ramadhan. Dari rintisan PTQ inilah, MTQ Nasional mulai pertama kali diselenggarakan di Ujungpandang, Sulawesi Selatan pada tahun 1968.

Sejarah juga mencatat, bahwa Provinsi Sumatera Utara bersama Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat, menjadi motor sejarah lahirnya pelembagaan MTQ Nasional pada tahun 1976. Wajar kiranya masyarakat Islam Sumatera Utara sejak dulu hingga sekarang akrab dengan pengembangan seni baca alquran.

Oleh karenanya, Darmayanti berpendapat bahwa Pemerintah tak lagi bisa melihat MTQ dalam perspektif pembinaan kehidupan beragama semata. Karena pada kenyataannya, MTQ ikut memberikan pengaruh signifikan dalam peningkatan kehidupan sosial kemasyarakatan, khususnya di daerah. Tidak heran jika banyak daerah yang mengajukan diri menjadi tuan rumah pelaksanaan MTQ Nasional.

“Bahwa MTQ bukan sekedar lomba, tapi keinginan kuat umat Islam dan Pemerintah untuk meneguhkan semangat kebangsaan atas nilai-nilai keimanan dalam kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat,” kata Darmayanti seperti dalam siaran persnya.

Menurutnya, nilai-nilai sosial keagamaan dan persatuan nasional yang melekat dalam MTQ, akan mendorong upaya bersama membangun Generasi Emas 2045. Yakni generasi yang dibangun di atas pondasi keimanan dan ketakwaan, keluarga yang kokoh, kehidupan berbangsa yang demokratis, egaliter, dan jauh dari kekerasan, serta pondasi pendidikan yang berkarakter, yang mampu membentuk generasi jujur, amanah, toleransi, dan bertanggung jawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement