Rabu 03 Oct 2018 18:20 WIB

GKR Hemas: Yogyakarta Role Model Batik Dunia

Yogyakarta bisa melakukan ‘dialog cerdas’ berdasar seni-budayanya yang unik.

GKR Hemas membuka  Simposium Internasional dalam rangka Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2018 di Yogyakarta.
Foto: DPD
GKR Hemas membuka Simposium Internasional dalam rangka Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2018 di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,   YPGYAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) perwakilan Yogyakarta, GKR Hemas, mengatakan jika Paris, Milan, Barcelona, London, New York, atau Tokyo dapat mewarnai fesyen dunia, maka Yogyakarta bisa melakukan ‘dialog cerdas’ berdasar seni-budayanya yang unik, berkarakter, dan melimpah. Salah satunya menjadi role model batik dunia.

Hemas saat pidato pembukaan Simposium Internasional dalam rangka Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2018 di Yogyakarta, Rabu (3/10), mengatakan sejak Yogyakarta ditetapkan sebagai Kota Batik Dunia tahun 2014 oleh Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council (WCC), otomatis menempatkan Yogyakarta sebagai role model dalam memperlakukan batik.

“Pelaksanaan JIBB 2018 merupakan kegiatan yang ke-2 dan upaya untuk mereplikasi dan mendiseminasikan ke masyarakat batik Indonesia,” kata GKR Hemas.

Di hadapan Presiden WCC Regional Asia Pasifik  Dr Ghada Hijjawi, GKR. Hemas selaku Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga menyampaikan, dengan mengusung tema “Innovation for Sustainable Future”, JIBB 2018 akan dilaksanakan 2-6 Oktober 2018. Direncanakan beberapa rangkaian kegiatan.

Semua kegiatan itu jika dipadatkan, mengekspresikan lima hal menyajikan orisinalitas sejarah batik yang berakar dari tradisi lokal, edukasi dan pemberdayaan, pemasaran global, adaptasi terhadap tren fesyen dunia, dan pro-lingkungan yang berkelanjutan.

“Dari serial kegiatan itu, kita bisa melihat bagaimana Desa mengukuhkan diri sebagai Pusat Batik Kabupaten. Di sana disajikan Forest Fashion-Show, Teaching-Factory di Sekolah Kejuruan, Demo-Batik warna alam dilanjut penanaman pohon warna alam, dan diakhiri workshop dalam suasana dan suguhan kuliner Desa,” ujar GKR Hemas.

Dari rangkaian kegiatan itu juga dibuktikan, bahwa predikat itu dimaknai sebagai tanggung jawab kolektif untuk diaktualisasikan menjadi program aksi yang berkelanjutan, agar batik eksis di tengah masyarakat, layaknya sebuah monumen hidup. “Itulah maksud UNESCO, mengapa tahun 2009, batik dikukuhkan sebagai representasi “Budaya Tak Benda Warisan Kemanusiaan”, yang koheren dengan penetapan “Yogya Kota Batik Dunia” tahun 2014 oleh WCC.

 

Batik sebagai sub-sektor kerajinan dunia yang penting akan selalu dijaga oleh tradisi, disemangati oleh inovasi, dan dihidupi oleh nilai ekonomi. Sebagai modal sosial dan modal komersial menuju pasar regional dan global dengan membawa harapan “masa depan yang berkelanjutan”, sesuai tren fesyen generasi milenial.

“Dengan mengucap Bismillahhirahmannirahim, Simposium Internasional sebagai forum dialog pencerahan dan pengayaan batik, yang nantinya akan dilanjut dengan prosiding post-event-nya, secara resmi dibuka,” ucap GKR. Hemas mengakhiri sambutannya.

 

Selain Presiden WCC, tampak hadir pula Gubernur Jawa Tengah, Gubernur DIY, Bupati/Walikota se-DIY, dan ratusan tamu undangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement