Rabu 07 Jan 2015 09:52 WIB

GKR Hemas: Para Kepala Daerah Takut Laksanakan Proyek Pembangunan

GKR Hemas
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
GKR Hemas

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah harus segera mengatasi masalah kelemahan penegakan hukum di daerah yang mengakibatkan program pembangunan terhambat. Banyak kepala daeraah yang takut melaksanakan proyek pembangunan di daerah karena sering diganggu aparat penegak hukum setempat.

''Banyak gubernur, walikota, dan bupati saat ini takut melaksanakan proyek pembangunan karena dibayangi oleh modus asal tuduh dan asal periksa oleh aparat penegak hukum. Akibatnya, daripada mendatangkan masalah, banyak yang memilih menunda pekerjaan.” Ujar Wakil Ketua DPD RI Gusti Kanjeng Ratu Hemas, di ruang kerjanya. Hemas mengaku mendapat keluhan para kepala daerah mengenai hal ini.

Lebih lanjut, menurut Hemas, para kepala daerah ini mengaku sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi, namun dalam praktik di daerah hal itu sering dilaksanakan secara berlebihan. “Cukup dengan satu surat kaleng terhadap satu proyek, seorang kepala daerah sudah bisa menjadi terperiksa dan disidik secara intensif. Hal ini bukan saja sangat mengganggu pekerjaan, tapi ditenggarai merupakan cara oknum aparat hukum memeras kepala daerah,” katanya

Bagi para kepala daerah, modus ini bukan hal baru. Namun, saat ini, dirasa telah makin meresahkan. Bila tidak segera diatasi, Hemas mengatakan, maka kepala daerah rawan dijadikan ATM dan pembangunan dapat terbengkalai. Untuk itu, pemerintah perlu segera mengambil langkah memberdayakan badan atau lembaga tertentu yang dapat melakukan pengawasan terhadap prilaku penegak hukum di daerah. Baik tingkat propinsi, kabupaten, maupun kota.

Hemas mencontohkan, misalnya, untuk kejaksaan ada Komisi Kejaksaan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja jaksa dan pegawai kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasannya maupun di luar tugas. Sedangkan di kepolisian ada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang melaksanakan pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan integritas anggota dan pejabat Polri. Kedua lembagai ini dapat ditingkatkan pemberdayaannya.

Bila dianggap masih kurang berdaya, sebagaimana kesan umum masyarakat saat ini terhadap kedua lembaga tersebut, maka pemerintah dapat mendorong Ombusdman Republik Indonesia (ORI) meningkatkan fokus pengawasan pada prilaku aparat hukum di seluruh daerah.

Sesuai UU Nomor 73 Tahun 2008, ORI merupakan lembaga pengawas eksternal yang independen dengan kewenangan pengawasan pelayanan publik. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan mencapai cita-cita tata pemerintahan yang baik (good governance). Karena itu, ORI memungkinkan diberdayagunakan mengawasi kerja aparat hukum di daerah, terutama dalam hal yang mengindikasikan adanya modus atau motif memeras kepala daerah atau tujuan menyimpang lainnya.

ORI selama ini terkesan hanya dimanfaatkan masyarakat untuk melaporkan kinerja aparat dalam hal pelayanan publik. Namun, laporan tahunan ORI menunjukkan adanya ada pengaduan dari instansi. Dalam hal ini, para kepala daerah dapat memanfaatkan keberadaan ORI.

Hal ini dapat terus ditingkatkan dengan dukungan kuat Pemerintah pusat. Apalagi, ORI juga dapat melakukan investigasi atas prakarsa sendiri. Informasinya bisa melalui media atau pemberi informasi dari dalam (whistle blower). Rekomendasinya pun, sesuai Pasal 38 ayat 1 UU No.37/2008, bersifat mengikat secara moral dan hukum.

Menurut hemas, mengingat mendesaknya keperluan mengatasi kelemahan penegakan hukum ini, pemerintah juga dapat menggunakan atau membentuk badan tersendiri. Tujuan utamanya ialah agar penciptaan pemerintah yang bersih melalui pemberantasan korupsi tidak disalahgunakan sebagai alat korupsi pihak tertentu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement