Jumat 23 Sep 2022 00:18 WIB

Badak, Penjaga Ekosistem Alam yang Populasinya Hampir Punah

Populasi badak hampir punah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Muhammad Hafil
Harapan, badak sumatra badak berada di Suaka Rhino Sumatra (SRS)-Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur, Rabu (27/7).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Harapan, badak sumatra badak berada di Suaka Rhino Sumatra (SRS)-Taman Nasional Way Kambas (TNWK) Lampung Timur, Rabu (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Setiap tanggal 22 September diperingati sebagai Hari Badak Sedunia. Tujuannya yaitu untuk memberikan penyadartahuan tentang perlunya mengajak masyarakat turut berperan dalam tindakan konservasi badak di dunia yang berada dalam kondisi terancam punah. Di dunia sendiri terdapat 5 jenis badak, yaitu badak hitam dan badak putih Afrika, badak India, badak Sumatra, dan badak Jawa. 

Terkait statusnya konservasinya yang kritis (critically endangered) berdasarkan Daftar Merah IUCN, badak Sumatra dan badak Jawa terus menjadi perhatian pemerintah dan pihak-pihak terkait di Indonesia agar tetap terlindungi dari ancaman kepunahan. Populasi badak Sumatra diperkirakan kurang dari 100 individu di alam berdasarkan Population and Habitat Viability Analysis (PHVA) tahun 2016 dan hanya tinggal di Indonesia. Sedangkan badak Jawa berjumlah sekitar 75 individu berdasarkan data KLHK tahun 2021.

Baca Juga

Direktur Komunikasi dan kemitraan Yayasan KEHATI, Rika Anggraini menjelaskan, salah satu penyebab rendahnya populasi badak Sumatra dikarenakan rendahnya kapasitas reproduksi individu badak di habitatnya. Selain itu, perburuan dan ketersediaan habitat yang memadai kemungkinan besar masih menjadi ancaman yang serius bagi kelestarian badak dalam jangka panjang. 

“Badak Jawa walau ditengarai sudah tidak terdapat perburuan, ketersediaan pangan menjadi ancaman tersendiri, dimana tumbuhan invasif secara perlahan mengusir tumbuhan asli pakan badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon,” kata Rika seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (22/9/2022).

Dosen di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Hariyanto menambahkan, invasi langkap (Arenga obtusifolia) merupakan penyebab utama terjadinya degradasi habitat badak Jawa secara alami. Dalam jangka panjang, tanpa adanya pengendalian spesies ini, dapat menyebabkan menurunnya populasi satwa ini dan berkurangnya keanekaragaman hayati di Taman Nasional Ujung Kulon.

Rika mengatakan bahwa saat ini masih banyak masyarakat yang tak tahu pentingnya melindungi populasi badak. Padahal badak, bisa menjaga keseimbangan ekosistem alam melalui kemampuan badak dalam menyebarkan benih.

“Badak merupakan satwa pemakan semak dan pucuk daun sehingga merangsang tumbuhnya pucuk-pucuk baru, dimana pucuk daun yang baru tumbuh dapat menyerap karbon dioksida lebih banyak dari pucuk yang sudah tua. Kotoran dan tanah pijakan badak dapat menjadi tempat yang baik untuk benih tumbuhan hidup,” kata Rika.

Rika menambahkan, hingga kini upaya pelestarian juga terus dilakukan. Melalui Rencana Aksi Darurat (RAD) Penyelamatan Populasi Badak Sumatra, beberapa strategi pemulihan populasi badak Sumatra dilakukan oleh pemerintah bersama beberapa pihak seperti melakukan proteksi intensif di Kawasan Leuser, membangun fasilitas pengembangbiakan atau suaka badak, dan penerapan teknologi reproduksi berbantuan untuk perkembangbiakan badak. 

"Yayasan KEHATI sendiri telah mengadministrasikan dukungan konservasi badak lewat program pengalihan pembayaran utang Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat sejak tahun 2017 di beberapa kantong populasi badak seperti di TN Gunung Leuser, TN Bukit Barisan, dan TN Way Kambas," jelas Rika.

Adapun terkait pelestarian badak Jawa, terdapat usulan perluasan habitat. Selain untuk menghindari ancaman erupsi Gunung Anak Krakatau dan terjangan tsunami, ketersediaan pakan diharapkan bisa menjadi solusi dari perluasan habitat badak Jawa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement