Selasa 12 Oct 2021 20:16 WIB

Kejagung Kasasi Vonis Bebas Pemerkosa Anak di Aceh Besar

Vonis bebas pemerkosa anak membuat Kejagung mengajukan kasasi.

Kejagung Kasasi Vonis Bebas Pemerkosa Anak di Aceh Besar. Foto: Pengadilan agama/ilustrasi
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kejagung Kasasi Vonis Bebas Pemerkosa Anak di Aceh Besar. Foto: Pengadilan agama/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Besar mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA) terhadap vonis bebas terdakwa pemerkosa anak kandung berinisial SUR (45) oleh hakim Mahkamah Syar'iyah Provinsi Aceh.

"Senin kemarin kita nyatakan kasasi, dan kami akan mengirimkan memori kasasinya dalam minggu ini," kata Kasubsi Penkum Kejari Aceh Besar Ardiansyah, di Aceh Besar, Selasa (12/10).

Baca Juga

Sebelumnya, Mahkamah Syar'iyah Aceh memvonis bebas terdakwa pemerkosa anak di Aceh Besar berinisial SUR (45). Terdakwa merupakan ayah kandung dari korban.

Putusan bebas dengan Nomor 22/JN/2021/MS Aceh tersebut dibacakan hakim dalam sidang banding yang berlangsung di Mahkamah Syar’iyah Aceh, Selasa (28/9).

Padahal sebelumnya, pada sidang di tingkat pertama terdakwa SUR divonis bersalah oleh Mahkamah Syar’iyah Jantho Aceh Besar dengan hukuman 180 bulan penjara, dan akhirnya ia melakukan banding ke MS Aceh.

Ardiansyah melihat, putusan bebas tersebut hanya karena perbedaan pendapat antara hakim Mahkamah Syar'iyah Jantho Aceh Besar dengan Mahkamah Syar'iyah Provinsi Aceh dalam melihat kasus ini.

Kemudian, kata Ardiansyah, secara hukum pihaknya melihat juga ada alat bukti keterangan korban yang tidak menjadi perhatian Mahkamah Syar'iyah Aceh seperti bukti visum et repertum

"Secara hukum kami melihat visum et repertum tidak dianggap sebagai alat bukti," ujar Ardiansyah.

Untuk diketahui, vonis bebas tersebut diputuskan hakim dengan beberapa pertimbangan diantaranya menyatakan bahwa hasil visum et repertum yang dilakukan ahli secara medis tidak dapat dibantah kebenarannya.

Namun, keterangan ahli menyatakan bahwa ruda paksa telah terjadi lebih dari lima hari dari tanggal pemeriksaan visum, sehingga dapat dipahami rusaknya selaput darah anak korban sebelum tanggal 14 Januari 2021 (sebelum dugaan terjadi).

Di samping itu, ahli menerangkan tidak dapat memastikan benda tumpul yang digunakan untuk mencederai anak korban. Selanjutnya, ahli tidak menerangkan pelaku yang melakukan tindakan yang berakibat cederanya selaput dara anak korban.

Dengan demikian Mahkamah Syar'iyah Aceh berpendapat bahwa hasil visum et repertum tersebut tidak dapat dijadikan bukti terdakwa telah melakukan jarimah pemerkosaan sebagaimana dakwaan JPU.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement