Selasa 26 Jan 2021 10:10 WIB

Gusrizal Ingatkan Pihak di Jakarta Soal Aturan Jilbab

Kepala SMK Negeri 2 Padang dianggap melanggar HAM mengganggu kebebasan beragama.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua MUI Sumatra Barat (Sumbar), Gusrizal,
Foto: Dok
Ketua MUI Sumatra Barat (Sumbar), Gusrizal,

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Majelis Ulama Indonesia Sumatra Barat (MUI Sumbar) menilai, isu aturan memakai jilbab bagi siswa di SMKN 2 Padang terlalu dibesar-besarkan

"Saya melihat ada tokoh-tokoh di Jakarta yang begitu gampang menuduh ini antikebhinekaan, intoleran, pertanyaannya apakah mereka sudah mendengarkan kronologisnya ," kata Ketua MUI Sumbar Gusrizal di Kota Padang, Sumbar, Selasa (26/1).

Dia mengingatkan, sejumlah pihak di Jakarta mengenai polemik aturan memakai jilbab di SMKN 2 Padang untuk mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang sebelum berkomentar dengan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya

"Saya sendiri telah konfirmasi ke pihak pemerintah daerah apa yang sebenarnya terjadi di SMKN 2 Padang," kata Gusrizal.

Dia menyesalkan orang yang berkomentar ada pemaksaan pakai jilbab terhadap siswi non-Muslim di Padang. Gusrizal malah mempertanyakan di mana unsur pemaksaan itu dan dari mana muncul istilah pemaksaan itu.

Baca juga : 11 Sunnah Nabi Muhammad SAW yang Mulai Ditinggalkan Umatnya

"Coba buktikan orang yang menuduh ini pemaksaan. Jadi saya melihat ini bukan hanya perkara SMK saja, ini ada masalah lain yang ditujukan ke Sumatra Barat," ujar Gusrizal.

Pengamat gukum Universitas Bung Hatta Padang, Miko Kamal, mengaku, ia termasuk pihak yang tidak setuju dengan aturan keharusan memakai jilbab bagi semua siswi.

"Pertama, perempuan Muslim dan non-Muslim, kok, disamakan. Harusnya memang ada pembeda. Biar kalau bertemu di jalan, Muslim lainnya bisa membedakan, kemudian perintah menutup kepala rapat-rapat kan memang hanya untuk para Muslimah saja," kata Miko.

Meski begitu, ia tidak yakin kebijakan Kepala SMK Negeri 2 Padang itu sedang menjalankan program Islamisasi di sekolahnya. "Perasaan saya, ini kebijakan teknis saja. Teknis merapikan semua murid yang datang ke sekolah. Tanpa terkecuali. Ini, nampaknya, terjemahan dari kebijakan berseragam di sekolah-sekolah kita," kata Miko.

Menurut dia, kebijakan teknis itu dianggap serius oleh kelompok tertentu. Saking seriusnya, kepala sekolah dianggap melanggar HAM mengganggu kebebasan beragama. Bahkan dijadikan bukti baru bahwa orang Sumbar semakin intoleran.

Baca juga : Buka-bukaan Kasus Jilbab SMKN 2 Padang

Padahal, ia memastikan kehidupan sosial orang Sumbar tidak seperti itu. Di Padang, warga pondok bebas ke gereja atau vihara. Warga Tionghoa pun tidak segan meminta jatah beras ke masjid.

Sebelumnya, Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi menyampaikan pihaknya tidak ada memaksa siswi memakai jilbab dan yang dilakukan hanya untuk keseragaman berpakaian di sekolah itu pun jika siswi bersedia.

Rusmadi menegaskan, sekolah menghargai keberagaman keyakinan. Bahkan ia sempat mengatakan kepada para guru ada seorang siswa yang tidak seragam berpakaian dan jangan ada yang mengusik siswa tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement