Senin 13 Jul 2020 23:59 WIB

Pembatasan Masuk dan Keluar Makassar Diefektifkan

Penerapan Perwali ini diberlakukan 14 hari ke depan.

Petugas gabungan memeriksa surat keterangan bebas COVID-19 kepada sejumlah pengendara di perbatasan Makassar dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (13/7/2020). Pemerintah Kota Makassar memberlakukan pemeriksaan surat keterangan bebas COVID-19 kepada warga yang akan memasuki kota Makassar sebagai upaya menekan penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/wsj.
Foto: ANTARA FOTO/ABRIAWAN ABHE
Petugas gabungan memeriksa surat keterangan bebas COVID-19 kepada sejumlah pengendara di perbatasan Makassar dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin (13/7/2020). Pemerintah Kota Makassar memberlakukan pemeriksaan surat keterangan bebas COVID-19 kepada warga yang akan memasuki kota Makassar sebagai upaya menekan penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/wsj.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan Peraturan Wali Kota (Perwali) Makassar Nomor 36 tahun 2020 tentang Percepatan Pengendalian wabah COVID-19 yang salah satunya adalah pembatasan orang masuk dan keluar Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mulai diefektifkan.

"Hari pertama ini kita masih relatif soft (lembut). Jadi yang tidak mengenakan masker, kita beri masker, lalu didata bagi yang tidak lengkap berkasnya (Surat Keterangan) dan diberikan teguran. Kalau besok wajib lengkap membawa semuanya," ujar Pejabat Wali Kota MakassarRudy Djamaluddindi Makassar, Senin (13/7).

Meski demikian, pihaknya masih memberikan toleransi kepada pelintas bagi yang masuk maupun keluar kota Makassar melalui perbatasan sebab penerapan Perwali ini diberlakukan 14 hari ke depan.

Mengenai pemantauan di jalan alternatif atau jalan tikus keluar maupun masuk Kota Makassar, Rudy tidak memungkiri orang bisa masuk, hanya saja skalanya lebih kecil dibandingkan jalan utama perbatasan yang dilalui pengendara jauh lebih besar.

"Terus terang tidak mungkin kita bisa 100 persen menjaga semua pintu itu, makanya kami fokus di titik utama. Kita berasumsi bahwa 90 persen arus keluar masuk Kota Makassar yang dilewati delapan jalur perbatasan, paling tidak kita bisa kontrol 80 persen keluar masuk Makassar," paparnya.

Menurut dia, pembatasan orang ini untuk meminimalisir potensi penyebaran COVID-19, dan terpenting menimimalisir transfer dari dan keluar daerah Kota Makassar. Selain itu, Perwali ini hanya bagian kecil dari usaha mengendalikan penyebaran virus corona.

"Terpenting justru bagaimana mengedukasi masyarakat supaya bisa mematuhi protokol kesehatan, ini yang paling berat dan ini sangat menentukan. Makanya, kita perketat pengawasan di titik-titik kumpul seperti rumah makan, pasar, mall," katanya.

Berkaitan dengan pemberlakuan Surat Keterangan bebas COVID-19 bagi pelintas, ia mengatakan, sudah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten bahwa Makassar menerapkan pembatasan orang masuk keluar.

Bagi pekerja yang berdomisili di wilayah Mamminasata (Maros, Sungguminasa, Takalar) boleh masuk dengan catatan bisa membuktikan dengan surat keterangan bekerja di Kota Makassar.

"Untuk buruh, pekerja bisa minta surat keterangan di RT atau lurahnya, bahwa memang bersangkutan kerja di Kota Makassar. Kalau saya liat upaya sosialisasi sudah baik, kalau ditracking di medsos semua sudah mengetahui. Kita juga sudah simulasikan di perbatasan kemarin," katanya.

Ia pun bersama unsur Forum Kooordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) memantau personel yang bertugas di sejumlah perbatasan seperti di jalan Sultan Alauddin, perbatasan Makassar Gowa dan jalan barombong, perbatasan Makassar, Gowa dan Takalar, jalan Perintis Kemerdekaan perbatasan Kota Makassar dan Maros serta di Samata perbatasan Makassar, Gowa dan Maros.

Berdasarkan pantauan di jalan Aroepala perbatasan Makassar-Gowa, kondisi pelintas masih landai, meski ada beberapa petugas yang berjaga-jaga, namun di beberapa titik perbatasan di Barombong dan Simpang Lima perbatasan Makassar, pemeriksaan dokumen berlangsung cukup ketat. Beberapa pelanggar disanksi'push up'.

Secara terpisah, pengamat hukum dari Unhas, Sakka Pati mengemukakan, pemerintah harus tegas dalam menerapkan aturan tersebut. Sebab bila tidak dijalankan dengan baik akan menimbulkan masalah baru.

"Saya tidak mengatakan itu (Perwali) tidak efektif, tapi itu kan salah satu cara pemerintah. Tapi bagi saya, untuk memaksimalkan kembali saja ke PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)," ujarnya menyarankan.

"Setiap pemimpin punya kebijakan, dalam artian Makassar sebagai episentum dan kita memahami provinsi mengintervensi menangani itu. Saya berharap Pemprov dan Pemkot ada sinkronisasi, sebab kadang tidak sinkron dalam pengambilan kebijakan," tambahnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement