Kamis 09 Feb 2023 06:32 WIB

Kapolri Tegaskan 15 Pekerja Sipil tak Disandera KKB

Polisi juga membantah klaim KKB yang menyandera pilot Susi Air Kapten Philips.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Personel TNI/Polri berada di dekat helikopter yang mendarat di Distrik Kenyam, Kabupaten Ndunga, Papua Pegunungan, Rabu (8/2/2023). Petugas gabungan TNI/Polri berhasil mengevakuasi 15 warga yang disandera gerombolan Kelompok Separatis Teroris (KST) di wilayah Ndunga untuk dibawa ke Distrik Kenyam guna mendapatkan perawatan medis.
Foto: ANTARA FOTO/Dok.Pendam Cenderawasih
Personel TNI/Polri berada di dekat helikopter yang mendarat di Distrik Kenyam, Kabupaten Ndunga, Papua Pegunungan, Rabu (8/2/2023). Petugas gabungan TNI/Polri berhasil mengevakuasi 15 warga yang disandera gerombolan Kelompok Separatis Teroris (KST) di wilayah Ndunga untuk dibawa ke Distrik Kenyam guna mendapatkan perawatan medis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan 15 pekerja sipil yang sebelumnya dikabarkan disandera Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Nduga, Papua Pegunungan sudah dievakuasi. Namun Kapten Philips Max Marthin dikabarkan masih dalam pencarian.

Polri menolak klaim Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) yang menyatakan melakukan penawanan para pekerja biasa, maupun terhadap pilot maskapai penerbangan sipil Susi Air tersebut.

Baca Juga

“Kalau untuk warga yang 15 itu sudah berhasil dilakukan evakuasi. Dan itu nggak disandera. Nggak ada,” begitu kata Jenderal Sigit di Jakarta, pada Rabu (8/2/2023).

Kata Sigit evakuasi para pekerja pembangunan puskesmas tersebut dilakukan bersama-sama oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri lewat peran tim Operasi Damai Cartenz. Kapolri memastikan, 15 warga pekerja tersebut selamat. “Untuk penyelematan pilot dari Susi Air, sampai saat ini, sedang dalam pencarian,” ujar Sigit.

Kapolda Papua Irjen Mathius Fakhiri menjelaskan, terkait 15 warga pekerja dan pembakaran pesawat Susi Air oleh KKB adalah dua peristiwa berbeda. Tetapi saling berhubungan. Mathius merunutkan kejadian bermula pada Sabtu (4/2/2023) lalu. Pada saat itu, adanya informasi di kepolisian tentang kedatangan 15 pekerja sipil dari Mimika untuk pembangunan puskesmas di Distrik Paro, Nduga.

Kabar tersebut sejak awal dikhawatirkan keselamatannya saat tiba di lokasi kerja. Karena diyakini, wilayah lokasi kerja tersebut adalah salah satu titik rawan serangan KKB yang dipimpin Egianus Kogoya.

Kepolisian, kata Mathius tak ingin kedatangan belasan pekerja tersebut menjadi objek penyerbuan dan pembantaian kelompok separatisme. Sebab, selama ini, KKB kerap berdalih pekerja sipil yang didatangkan untuk membangun fasilitas kesehatan umum di Nduga, adalah mata-mata Polri, TNI, maupun Badan Intelijen Negara (BIN).

“Karena itu saya perintah kepada Kapolres (Nduga) untuk berkordinasi dengan Bupati dan tokoh-tokoh setempat. Karena kami sangat tahu watak mereka (KKB) ini,” kata Mathius saat dijumpai di Jakarta, Rabu (8/2/2023).

Menurut Mathius, sebagai Kapolda dirinya pun memerintahkan kepada Kapolres, untuk melakukan evakuasi segera para pekerja sipil tersebut keluar dari wilayah Paro. “Karena kami tidak mau ada terjadi pembantaian oleh mereka (KKB) di sana,” tegasnya.

Akan tetapi usaha untuk evakuasi para pekerja tersebut terlambat karena medan yang rumit. Sampai pada 7 Februari 2023, upaya menjemput belasan pekerja tersebut baru dapat dilakukan. Dari Mimika, pesawat sipil Susi Air yang semula didatangkan untuk membawa pulang para pekerja kembali ke Mimika, diketahui keberangkatannya oleh KKB.

Pesawat yang dipiloti Kapten Philips Max Marthin asal Selandia Baru membawa lima penumpang warga asli Nduga. Tiba di Lapangan Udara Paro, pesawat tersebut, sudah diincar KKB untuk diserbu.

“Saat pesawat Susi Air masuk pada tanggal tujuh kemarin, membawa lima penumpang warga asli Paro. Setelah turun pesawatnya itu langsung ditahan, tidak boleh terbang oleh mereka (KKB),” tutur Mathius.

Karena pesawat tersebut dalam penguasaan KKB, kata Mathius, nasib 15 pekerja sipil yang semula akan diangkut kembali ke Mimika, menyelamatkan diri di satu tempat. Kata Mathius, ada peran tokoh agama setempat yang menjadi pelindung para pekerja itu dari ancaman KKB.

“Ada seorang pendeta yang menyelamatkan 15 pekerja itu dari mereka (KKB). Lalu pekerja itu dievakuasi ke tempat pendeta tersebut di Paro,” kata Mathius.

Sementara KKB sudah melakukan pembakaran terhadap pesawat Susi Air yang dipiloti Kapten Philips. “Lima penumpang warga asli Paro, karena mereka warga asli, tidak diganggu, dan sudah dipastikan selamat,” terang Mathius.

Sementara sang pilot, kata Mathius, semula diduga dalam penyanderaan KKB. Akan tetapi, dalam informasi paling akhir, kata Mathius, pilot asing tersebut dalam situasi menyelamat diri. “Nah pilot itu, sementara ini kita dapatkan informasi tidak disandera. Dia selamatkan diri karena pesawat sudah dibakar. Dia saat ini kita yakini masih ada di Paro, dan masih kita cari,” ujar Mathius.

Kata dia proses pencarian pilot asing tersebut memang sampai saat ini belum membuahkan hasil. Tetapi kata dia, Polri bersama TNI dalam Operasi Damai Cartenz masih terus melakukan penyisiran di sejumlah lokasi di Paro untuk mencari keberadaan sang pilot tersebut.

Sementara TPNPB-OPM sebelumnya mengeklaim menyandera Kapten Philips. Juru Bicara Sebby Sambom melalui siaran pers dan rekaman suara yang dikirimkan ke wartawan di Jakarta, menegaskan bertanggungjawab atas serangan dan pembakaran armada udara sipil Susi Air tersebut.

Sebby juga mengatakan, pilot Susi Air tersebut dalam penguasaan KKB untuk menjadi bagian barter tujuan memerdekakan Bumi Papua dari Indonesia. “Kami TPNPB Kodap III Ndugama, Derakma, tidak akan pernah kasih kembali atau kasih lepas pilot yang kami sandera ini. Kecuali NKRI mengakui, dan lepaskan Papua dari negara kolonialnya,” kata Sebby.

Tuntutan lainnya, kata Sebby, juga meminta pemerintah Indonesia, menghapus zona terbang masuk dan keluar di seluruh wilayah Nduga. Serta meminta pemerintah Indonesia untuk membubarkan pemerintahan daerah Indonesia di Nduga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement