Selasa 05 Jul 2022 08:40 WIB

Pemprov Jawa Timur Siapkan Konsekuensi Bagi Peternak Tolak Vaksin PMK

Sebagian peternak sapi perah di Jawa Timur enggan terima vaksin PMK

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nur Aini
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya menyuntikkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) sapi kepada hewan ternak sapi di salah satu peternakan sapi perah di kawasan Bendul Merisi, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (25/6/2022). Penyuntikan vaksin itu dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah PMK sapi.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya menyuntikkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) sapi kepada hewan ternak sapi di salah satu peternakan sapi perah di kawasan Bendul Merisi, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (25/6/2022). Penyuntikan vaksin itu dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah PMK sapi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menyiapkan konsekuensi bagi peternak sapi yang menolak hewan ternaknya divaksin Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Sementara ini, kata Emil, konsekuensi bagi peternak sapi yang menolak vaksin adalah membatasi mobilitas hewan ternak menggunakan terminologi lockdown.

Emil menjelaskan, penolakan vaksin PMK di antaranya dilakukan para peternak sapi perah di Kecamatan Lekok, Pasuruan.

Baca Juga

"Kalau tidak mau divaksin maka mobilitas hewan ternak akan dibatasi. Sebab, kita ingin memastikan secara keseluruhan, kondisi penyebaran bisa kita kurangi,” kata Emil, Selasa (5/7/2022).

Emil mengatakan, ketakutan para peternak akan dampak vaksinasi tidak dapat dijadikan alasan kuat. Sebab, kata dia, hal itu sangat membahayakan peternak-peternak sapi lainnya. Emil pun kembali menegaskan konsekuensinya, kalau para peternak enggan hewan ternaknya divaksinasi, maka petugas akan membatasi ruang gerak dari hewan ternak yang dimiliki.

“Saya ingin memakai bahasa konsekuensi. Konsekuensi dari tidak mau divaksin adalah membatasi mobilitas karena ke depan akan menjadi risiko. Memang sapi perah jarang bergerak, tapi anaknya biasanya bergerak,” ujarnya.

Emil menyatakan, Pemprov Jatim akan mematangkan kembali konsekuensi bagi peternak yang menolak vaksinasi PMK. Emil pun menyatakan akan melakukan komunikasi dengan paguyuban peternak sapi. Komunikasi diperlukan untuk menyampaikan informasi utuh terkait vaksin PMK.

“Makanya kami sudah meminta disegerakan kebijakan apa yang harus dilakukan apabila peternak tidak ingin hewannya divaksin. Sebab, vaksin yang diberikan bukan sembarang vaksin karena sudah mendapat persetujuan dari para pakar dan kementerian,” kata Emil.

Emil menargetkan, sebelum Idul Adha, vaksinasi PMK bagi sapi perah di Jatim sudah dituntaskan. Sejauh ini, kata Emil, baru 180 ribu ekor sapi perah atau sekitar 51 persen dari target 364 ribu ekor yang menjalani vaksinasi PMK. Emil menjelaskan, Jatim memiliki 950 dokter hewan dan 1.500 paramedik hewan, yang semuanya memiliki ketrampilan melakukan vaksinasi.

“Targetnya per hari per vaksinator rata-rata berada di kisaran 50-75 karena sapi perah memiliki tendensi lokasinya berkumpul. Jadi lebih bisa maksimalkan kita melakukan cakupan vaksinasi,” kata Emil. 

Emil menjelaskan beberapa faktor peternak enggan melakukan vaksinasi PMK. Di antara alasannya adalah karena takut setelah hewan peliharaannya divaksinasi berujung sakit bahkan sampai meninggal. Maka dari itu, kata Emil, Pemprov Jatim bergerak bersama pemerintah daerah, melakukan pendekatan persuasif.

Berdasarkan data Posko Terpadu Penanganan PMK Pemprov Jatim, hingga 3 Juli 2022, tercatat ada 136.153 hewan ternak yang terpapar PMK. Berdasarkan jumlah tersebut, yang hingga saat ini masih sakit sebanyak 106.663 ekor. Kemudian 811 ekor dinyatakan mati, 988 ekor dipotong paksa, dan 27.721 ekor sembuh.

Ketua Paguyuban Pedagang Daging (PPD) Jatim, Dondik Agung Subroto mengatakan, penjualan sapi menjelang hari raya Idul Adha tahun ini mengalami penurunan drastis. Bahkan jauh lebih rendah dibanding saat merebaknya Covid-19. Saat Covid-19, kata Dondik, pihaknya masih mampu menjual 200-an ekor hewan qurban. Adapun saat ini, hanya mampu menjual 50 ekor.

Dondik mengatakan turunnya penjualan ini disebabkan oleh sulitnya distribusi hewan ternak akibat adanya zona-zona yang dilarang oleh pemerintah. Selain itu mekanisme pemotongan hewan qurban juga menjadi penyebab turunnnya minat pembeli untuk berqurban. 

Ia berharap jika memang sudah menetapkan lockdown, pemerintah harus segera mencari solusi. Karena sudah banyak peternak yang terdampak dengan wabah PMK ini. "Minimal vaksinasinya dipercepat dan ada bantuan untuk para peternak," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement