Jumat 04 Dec 2020 14:54 WIB

Penyelundupan Ratusan Burung Ilegal ke Surabaya Digagalkan

715 burung ini coba diselundupan dengan diangkut truk barang menggunakan jalur laut.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Erik Purnama Putra
Petugas menunjukkan burung jalak kerbau yang jadi barang bukti kasus penyelundupan burung di Balai Karantina Pertanian Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/12).
Petugas menunjukkan burung jalak kerbau yang jadi barang bukti kasus penyelundupan burung di Balai Karantina Pertanian Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya wilayah kerja Pelabuhan Tanjung Perak menggagalkan penyelundupan 715 burung tanpa dokumen yang diselundupkan melalui Pelabuhan Jamrud, Tanjung Perak, Kota Surabaya, Jawa Timur. Ratusan burung tersebut terdiri manyar, gagak, pleci, kolibri, glatik belong, jalak tunggir merah, nuri hitam, nuri kelam, betet kelapa, elang buteo, dan kepodang mas.

“Sampai saat ini, pemasukan burung tanpa dokumen masih marak di Surabaya dengan modus yang beragam," kaya Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Musyaffak Fauzi, Jumat (4/12).

Musyaffak menjelaskan, burung tanpa dokumen tersebut diangkut menggunakan truk barang dengan menggunakan jalur laut. Selanjutnya semua burung tersebut dimasukkan ke dalam sangkar kawat, kardus, dan kotak plastik bekas penyimpanan buah, lalu ditaruh di belakang kursi sopir untuk mengelabui petugas.

"Sebanyak 715 burung tersebut disita saat akan turun dari KM. Dharma Rucitra VII yang berlayar dari Makassar ke Surabaya," kata Musyaffak.

Menurut Musyaffak, penggagalan penyelundupan itu berkat kerja sama dan  koordinasi yang baik antara Karantina Pertanian Surabaya, Polsek Tanjung Perak, dan BKSDA Jawa Timur. Pemasukan burung tanpa dokumen tersebut, kata Musyaffak, melanggar UU nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

"Berdasarkan Pasal 88 UU 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, pelanggaran terhadap persyaratan karantina antar area bisa dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar," ujar Musyaffak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement