Sabtu 24 Oct 2020 19:17 WIB

Risma Curhat Suka Duka Jadi Wali Kota

Risma cerita duka dan berbagai kesulitan selama 10 tahun memimpin.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yudha Manggala P Putra
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berjalan di dekat mobil laboratorium COVID-19 saat tes cepat (Rapid Test) COVID-19 massal di Lapangan Hoki, Jalan Dharmawangsa, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (20/6/2020). Badan Intelijen Negara (BIN) telah melakukan tes cepat (Rapid Test) COVID-19 terhadap 34.021 orang serta tes usap (Swab Test) COVID-19 terhadap 4.637 orang di Surabaya sejak Jumat (29/5/2020) sampai Sabtu (20/6/2020) sebagai upaya untuk memutus rantai penularan COVID-19.
Foto: Antara/Didik Suhartono
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berjalan di dekat mobil laboratorium COVID-19 saat tes cepat (Rapid Test) COVID-19 massal di Lapangan Hoki, Jalan Dharmawangsa, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (20/6/2020). Badan Intelijen Negara (BIN) telah melakukan tes cepat (Rapid Test) COVID-19 terhadap 34.021 orang serta tes usap (Swab Test) COVID-19 terhadap 4.637 orang di Surabaya sejak Jumat (29/5/2020) sampai Sabtu (20/6/2020) sebagai upaya untuk memutus rantai penularan COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berbincang santai secara virtual dengan paguyuban warga perumahan yang ada di Kecamatan Sambikerep, Surabaya, Sabtu (24/10). Pada acara bincang santai tersebut, Risma curhat terkait suka duka menjadi wali Kota Surabaya.

Diawali cerita berbagai masalah yang dihadapi saat awal menjabat. Masalah yang dimaksud mulai dari persoalan banjir, hingga masalah sosial.

Risma mengatakan, janjinya di tahun pertama memimpin, akan membuat Surabaya dikenal di dunia melalui rentetan perubahan kemajuan. “Saya harus bisa membawa kota ini ada di peta dunia. Artinya warga dunia bisa mengerti dan tahu bahwa ada kota yang namanya Surabaya. Alhamdhulillah terwujud,” kata Risma.

Namun demikian, kata Risma, duka dan berbagai kesulitan yang dihadapi selama 10 tahun memimpin juga beraneka ragam. Salah satu yang paling memberikan kesan yakni upaya menutup lokalisasi Dolly.

Bagi dia, penutupan lokalisasi itu merupakan langkah yang berat dan berisiko. Namun begitu, seiring banyaknya dukungan dari berbagai pihak, Risma mampu melewati prahara tersebut.

“Berikutnya, saat peristiwa bom dua tahun lalu. Itu adalah hal yang sangat menyedihkan dan berat untuk kami. Saya bersyukur bisa melewati semua itu,” ujarnya.

Risma juga menceritakan sepenggal kisah yang membahagiakan selama bertugas. Kisah yang dimaksud adalah terkait data angka kemiskinan yang turun secara signifikan. Kemudian banyaknya apresiasi dan penghargaan yang tidak hanya diterima dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.

“Lalu suhu udara turun, warga lebih ramah. Itu yang membuat orang asing atau wisatawan berkunjung ke kota ini. Dan masih banyak lagi tentunya. Kami sangat bersyukur Surabaya sudah semakin baik dari hari ke hari,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement