Rabu 23 Sep 2020 00:41 WIB

Khofifah Sebut Jatim Konsisten Tingkatkan Jumlah Tes Covid

Menurut Khofifah, kenaikan jumlah tes dibarengi dengan penururan positivity rate.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur (Jatim) menyatakan, bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim konsisten melakukan tes di wilayah setempat sebagai salah satu upaya menghentikan penularan Covid-19. Ia menyebut, jumlah tes Covid-19 di wilayahnya terus naik secara konsisten.

"Alhamdulillah, kurva jumlah tes usap harian di Jatim terus konsisten naik, dan diikuti penurunan positivity rate. Ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan tesdan isolasi mulai membuahkan hasil," ucapnya.

Baca Juga

Berdasarkan data per Selasa (22/9), telah dilakukan sebanyak 933.082 tes cepat dan 288.304 tes usap. Menurut dia, angka tes cepat ini merupakan yang tertinggi di Indonesia, sedangkan tes usap dalam periode Mei 2020 hingga September 2020 menjadi provinsi dengan tes tertinggi kedua setelah DKI Jakarta.

Data lainnya, positivity rate mingguan di Jatim per Juli 2020 sempat mencapai 31 persen, tetapi per minggu ini sudah turun menjadi 16 persen. Sementara itu, terkait treatment, menurut dia, Jatim hingga saat ini menjadi provinsi dengan kesembuhan tertinggi di Pulau Jawa secara persentase.

"Per sore ini kesembuhan telah mencapai 82,04 persen setara dengan 33.978 orang jauh di atas rata-rata nasional, yang tercatat 72,9 persen," katanya.

Saat ini, kata dia, pasien konfirmasi yang dirawat di Jatim sebanyak 4.424 pasien atau setara 10,68 persen. Sedangkan, jumlah tempat tidur isolasi juga tercatat tertinggi di Indonesia, yakni 6.611 unit dan ICU sebanyak 860 unit.

"Jatim terus menambah tempat tidur isolasi. Maret lalu kami hanya memiliki 44 RS rujukan dengan 565 unit, sekarang sudah ada 127 RS rujukan dengan 6.611 tempat tidur," katanya.

Sementara itu, optimalisasi pengobatan juga akan dilakukan dengan mengacu kepada pedoman yang terstandar oleh Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi.

"Selanjutnya, untuk mencegah obat yang habis, early warning system akan dikembangkan guna memastikan kebutuhan obat cukup untuk menurunkan kematian di ICU isolasi," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement