Rabu 26 Aug 2020 19:53 WIB

N250 Gatotkaca Terdepan di Yogyakarta

Pesawat N250 Gatotkaca menjadi koleksi yang ke-60 Museum Dirgantara Mandala.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, meresmikan pesawat N250 Gatotkaca sebagai monumen di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta, Rabu (26/08).
Foto: Dok. Puspen TNI
Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, meresmikan pesawat N250 Gatotkaca sebagai monumen di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta, Rabu (26/08).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesawat N250 Gatotkaca menjadi koleksi yang ke-60 Museum Pusat TNI Angkatan Udara (AU) Dirgantara Mandala, Yogyakarta. Peresmian pesawat tersebut menjadi monumen dilakukan sebagai bentuk penghargaan yang tinggi kepada BJ Habibie.

“Apa yang ada di hadapan kita sekarang adalah bukti kehebatan dan kecintaan anak bangsa kepada negaranya serta kecintaannya kepada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebuah mahakarya yang telah membuat bangga seluruh rakyat Indonesia,” ujar Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, Ssaat meresmikan monumen pesawat tersebut di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta, Rabu (26/08).

Pesawat yang digagas oleh Presiden Republik Indonesia ketiga, BJ Habibie, itu menjadi koleksi ke-60 museum tersebut. Pesawat yang salah satu penamaannya memiliki arti Nusantara itu ditempatkan di depan pintu masuk museum. Itu dilakukan bukan tanpa arti, melainkan sebagai penghormatan terhadap karya anak bangsa, pesawat yang pernah membawa bangsa ini berjaya di bidang dirgantara.

photo
Panglima TNI Hadi Tjahjanto (ketiga kanan) berfoto bersama di depan pesawat N250 Prototipe Aircraft 01 (PA01) Gatotkaca usai peresmian di Museum Pusat Dirgantara Mandala Yogyakarta, Rabu (26/8). Penyerahan pesawat N250 oleh PT Dirgantara Indonesia kepada Museum Pusat Dirgantara Mandala Yogyakarta untuk mengingat kebangkitan teknologi Nasional. Dimana Indonesia sudah bisa dan mampu membuat pesawat yang canggih pada masa itu. Dan juga untuk mengenang Bapak Teknologi Indonesia BJ Habibie. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Sejak penerbangan perdananya pada Agustus 1995, kebanggaan akan pesawat tersebut masih bergaung hingga saat ini. Pesawat karya anak bangsa tersebut kala itu mengusung teknologi paling mutakhir, salah satunya fly by wire. Penerbangan Gatotkaca di langit Nusantara dan langit Eropa telah melambungkan nama Indonesia di dunia penerbangan internasional.

“Peresmian monumen ini sekaligus sebagai bentuk penghargaan yang tinggi kepada Bapak Teknologi Indonesia, yang telah berjasa mengharumkan nama Indonesia melalui karya-karya beliau, termasuk N250 Gatotkaca," tutur Hadi.

Panglima TNI kemudian mengucapkan terima kasih kepada PT Dirgantara Indonesia. Mereka menyerahkan Pesawat N250 Prototype Aircraft 01 (PA01) Gatotkaca untuk melengkapi koleksi Museum Pusat Dirgantara Mandala. Hadi juga mengapresiasi semua pihak yang telah bekerja sama menghadirkan N250 Gatotkoco di museum itu.

Penyerahan pesawat N250 Prototype Aircraft 01 (PA01) Gatotkaca ini didasarkan pada Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (SKEP) Nomor 284/VIII/2020 tanggal 14 Agustus 2020 tentang Penugasan Penerimaan Hibah Pesawat PA01 N250 milik PTDI untuk ditempatkan di Museum Pusat Dirgantara Mandala Yogyakarta.

Setelah di bawa dari Bandung menuju Yogyakarta dengan menggunakan truk trailer, pesawat N250 Gatotkaca tiba di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta, pada Jumat (21/8).

Pesawat N250 sendiri memiliki arti, “N” sebagai Nusantara, angka dua sebagai simbol dua mesin turboprop, dan 50 adalah jumlah nominal penumpang yang dapat diangkut pesawat tersebut. Pesawat itu dapat menangkut 50-70 penumpang.

Pesawat buatan anak negeri ini mulai dirancang bangun pada 1987 dengan melibatkan 4.000 sarjana teknik. Hingga pada akhirnya, purwarupa N250 pertama yang diberi nama Gatotkaca melakukan uji terbang perdananya selama 56 menit tanpa hambatan pada 10 Agustus 1995.

Hari itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas). Selain Gatotkaca, sempat mengudara juga Krincingwesi, purwarupa kedua N250 dengan 68 penumpang pada Desember 1996. 

Bandung, Alabama, dan Stutgart pada mulanya akan dijadikan tempat sebagai produksi pesawat N250. Akan tetapi, rencana tersebut tidak pernah dilaksanakan hingga kini karena aliran dana dari pemerintah dihentikan sejak Januari 1998 karena krisis ekonomi. 

Kala itu, Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah Indonesia dan Dana Moneter Internasional (IMF) ditandatangani dengan salah satu syaratnya penghentian proyek N250. “Dampak krisis ekonomi tahun 1998 tersebut berakibat pula pada program pesawat bermesin jet N2130, pembuatan satelit, dan pengembangan SDM,” kata Fajar. Dua purwarupa lainnya yang dirancang kala itu tak sempat dikerjakan.

N250 merupakan pesawat turboprop yang menggunakan teknologi mutakhir, yakni fly by wire system alias seluruh kendali melalui sistem komputerisasi. Baru ada tiga jenis pesawat seperti itu, termasuk N250, yang menggunakan sistem tersebut di dunia kala itu. 

Teknologi lainnya yang digunakan pesawat itu adalah full glass cockpit with engine instrument and crew alerting system (EICAS), engine control with full autorithy digital engine control (FADEC), dan electrical power system with variable speed constant frequency (VSCF) generator yang biasa dipakai dalam pesawat tempur.

Saat itu spesifikasi tersebut baru diterapkan pada B737-500. Desain struktur yang efisien dan kokpit yang lebih luas serta terbang lebih cepat dibandingkan dengan saingannya ATR 72 dari Prancis, De Havilland-Q 400 dari Kanada, dan MA60 dari Cina.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement