Senin 17 Aug 2020 06:50 WIB

Epidemiolog: Sekolah Tatap Muka Berisiko Picu Klaster Baru

Sekolah harus bisa pastikan pelaksanaan protokol kesehatan berjalan ketat.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi, Sejumlah murid antre mencuci tangannya sebelum memasuki ruang kelas. Protokol kesehatan yang ketat menjadi kunci sekolah tatap muka di masa pandemi.
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Ilustrasi, Sejumlah murid antre mencuci tangannya sebelum memasuki ruang kelas. Protokol kesehatan yang ketat menjadi kunci sekolah tatap muka di masa pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemerintah akan membolehkan sekolah-sekolah di zona hijau dan kuning melaksanakan pembelajaran tatap muka. Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Bayu Satria mengatakan, kebijakan itu harus melalui proses asesmen secara menyeluruh.

Ia menekankan, asesmen perlu dilakukan mulai dari kesiapan daerah sampai sekolah masing-masing terkait protokol kesehatan. Misalnya, soal desain kelas, proses siswa datang, pengawasan pemakaian masker, cuci tangan, dan pengawasan jaga jarak.

Selain itu, perlu dipantau kesiapan sekolah-sekolah terkait skenario yang sudah siap dijalankan jika ada yang terkonfirmasi positif. Bahkan, setelah itu, Bayu merasa sekolah tatap muka masih berbahaya dan berisiko munculkan klaster baru.

Sebab, ia melihat, sekolah tatap muka memiliki beberapa faktor risiko penularan karena ada kesulitan pengaturan jarak, penggunaan masker, ruang tertutup, waktu yang lama, dan interaksi orang secara dekat, terutama terhadap anak-anak kecil.

"Oleh karena itu, jika tidak dilakukan baik dan benar, bahkan di zona hijau, maka bisa jadi sumber penularan baru," kata Bayu, Ahad (16/8).

Bayu menyebut, sekolah harus bisa memastikan pelaksanaan protokol kesehatan bisa berjalan dengan ketat jika akan melaksanakan sekolah tatap muka. Salah satunya, memastikan siswa benar-benar sehat, tidak ada gejala dan kontak ke kasus positif.

"Ini perlu kerja sama dengan pihak dinas kesehatan untuk verifikasi, serta kejujuran orang tua siswa," ujar Bayu.

Selanjutnya, pembatasan jumlah siswa dalam kelas, pengurangan waktu tatap muka, pengaturan ventilasi yang baik, pengaturan kursi dan pembatasan interaksi luar kelas. Lalu, pengawasan ketat pemakaian masker melalui edukasi kepada siswa.

"Baik dari orang tua maupun guru, serta ketegasan jika ada yang melanggar. Kantin seyogianya didesain sesuai protokol kesehatan, tidak lupa asesmen pihak eksternal sekolah untuk melakukan pengecekan apakah sudah siap buka atau belum," kata Bayu.

Meski begitu, Bayu mengingatkan, saat ini pembelajaran secara daring sebaiknya memberi titik berat kerja sama sekolah dengan orang tua. Sebab, ia menegaskan, pembelajaran percuma jika anak-anak di rumah tetap bermain tanpa memakai masker.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement