Selasa 22 Nov 2022 14:04 WIB

Ini Penjelasan Pakar ITB tentang Sesar Cimandiri yang Guncang Cianjur

Sesar Cimandiri tergolong sesar aktif.

Suasana rumah yang hancur akibat gempa di Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengakibatkan sejumlah rumah dan jalan rusak parah di Desa Sarampad. Akibatnya, kendaraan tidak bisa melintas untuk membawa bantuan bagi warga terdampak. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana rumah yang hancur akibat gempa di Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022). Gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, mengakibatkan sejumlah rumah dan jalan rusak parah di Desa Sarampad. Akibatnya, kendaraan tidak bisa melintas untuk membawa bantuan bagi warga terdampak. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Irwan Meilano, ST MSc memberikan penjelasan tentang Sesar Cimandiri yang disebut menjadi pemicu gempa berkekuatan 5.6 SR di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11). Dr Irwan menjelaskan bahwa Sesar Cimandiri tergolong sesar aktif dan merupakan bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan, atau memiliki celah.

"Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan tektonik yang menjadi gaya penerus gempa. Jika ditilik melalui pendekatan geologi, juga menunjukkan hal yang serupa," kata Irwan Meilano dalam keterangan tertulis, Selasa.

Baca Juga

Sesar ini termasuk sumber gempa yang independen dan tidak dipengaruhi oleh gempa-gempa sebelumnya sehingga terdapat potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan. Irwan Meilano menuturkan ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana gempa berkekuatan 5.6 SR yang mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11).

"Concern utama berada di pemerintah dan pemda, perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memiliki potensi gempa. Penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya serta jaraknya dari sumber gempa," kata dia.

Selain itu, kata dia, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan.

Dia mengatakan ketika bencana telah terjadi, terdapat waktu (golden time) untuk evakuasi yang hanya berkisar rata-rata 30 menit setelah gempa bumi. Hal yang dapat dilakukan setelah bencana terjadi adalah memberikan respons yang terbaik.

"Kita harus belajar dari Jepang dalam memanfaatkan golden time ini. Rumah sakit darurat, pengungsian sementara, air dan sanitasi yang baik, mulai dipersiapkan sekarang. Jika hanya fokus pada yang terluka, lantas mengesampingkan hal-hal vital yang harus dipersiapkan, maka orang yang selamat pun dapat menjadi korban selanjutnya," kata dia.

Irwan yang juga Dosen Teknik Geodesi dan Geomatika ITB itu juga berharap tidak ada lagi korban jiwa dan semua pihak dapat sama-sama belajar untuk mengantisipasi hal serupa terjadi di kemudian hari.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement