Senin 29 Nov 2021 12:58 WIB

Anies Minta Menaker Tinjau Ulang Formula Penetapan UMP

Buruh dijawalkan menggelar demo di Balai Kota DKI minta UMP 2022 naik 10 persen.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.
Foto: Dok Pemprov DKI
Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah untuk meninjau ulang formula penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2022. Permintaan Anies tertulang dalam surat yang dikirim ke Menaker.

"Kami mengusulkan dan mengharapkan kepada Ibu Menteri untuk dapat meninjau kembali formula penetapan UMPsebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan," demikian keterangan Anies melalui surat kepada Menaker yang salinannya diterima wartawan di Jakarta, Senin (29/11).

Baca Juga

Menurut dia, usulan peninjauan formula penetapan UMP itu agar dapat memenuhi asas keadilan dan hubungan industrial yang harmonis. Sehingga kesejahteraan pekerja atau buruh dapat terwujud. Permintaan Anies itu dituangkan dalam surat kepada Menaker pada 22 November 2021 terkait usulan peninjauan kembali formula penetapan UMP.

Dalam surat itu, Anies menjelaskan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diharuskan untuk menerapkan penghitungan UMP sama persis atau sesuai dengan formula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021yang dituangkan kembali menjadi Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1395 Tahun 2021 tentang UMP Tahun 2022.

Kemudian, Pemprov DKI diharuskan untuk menetapkan/mengumumkan sebelum tanggal 21 November 2021. Kepgub, lanjut dia, dibuat semata-mata agar tidak melanggar ketentuan di atas.

"Di sisi lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melihat ada ketidaksesuaian dan tidak terpenuhinya rasa keadilan antara formula penetapan UMP dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dengan kondisi senyatanya di lapangan," kata Anies.

Berdasarkan formula dari PP Nomor 36 Tahun 2021, kenaikan UMP di DKI Jakarta tahun 2022 hanya sebesar Rp 37.749 atau 0,85 persen menjadi Rp 4.453.935 per bulan. Kenaikan yang hanya sebesar Rp 38 ribu idibandingkan pada 2021, irasa amat jauh dari layak dan tidak memenuhi asas keadilan.

Hal itu, mengingat peningkatan kebutuhan hidup pekerja atau buruh terlihat dari inflasi di DKI Jakarta yaitu sebesar 1,14 persen. Sebagai informasi, dalam kurun waktu enam tahun terakhir rata-rata kenaikan UMP DKI Jakarta adalah sebesar 8,6 persen yakni pada 2016 sebesar 14,8 persen.

Kemudian, pada 2017 sebesar 8,2 persen, pada 2018 sebesar 8,7 persen,pada 2019 sebesar 8 persen,pada  2020 mencapai 8,5 persen. dan pada 2021 sebesar 3,2 persen. Selain itu, lanjut dia, terdapat dinamika pertumbuhan ekonomi yang tidak semua sektor lapangan usaha saat pandemi Covid-19 mengalami penurunan.

Sebagian sektor, menurut Anies, bahkan mengalami peningkatan. Misalnya, sektor transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi, jasa keuangan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III-2021.

Sedangkan, kata Anies, Provinsi DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang tidak memiliki upah minimum kabupaten/kota (UMK), sehingga UMP menjadi ketetapan final yang berlaku di semua wilayah kota/kabupaten.

Baca juga : Ratusan Buruh dan Mahasiswa akan Demo di Balai Kota DKI

"Sementara belum ada formula penetapan UMP yang baru, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan kaji ulang penghitungan UMP 2022 dan pembahasan kembali dengan semua stakeholder untuk menyempurnakan dan merevisi Keputusan Gubernur dimaksud agar prinsip keadilan bisa dirasakan," ucap Anies.

Sementara itu, Aliansi buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dijadwalkan menggelar aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Senin siang WIB,  guna mendesak kenaikan UMP Jakarta minimal sebesar 10 persen.

Juru Bicara Gebrak Ilhamsyah, menyatakan, sebelum menyampaikan tuntutan kenaikan UMP, pihaknya akan melakukan aksi di kawasan industri, seperti di Jakarta Utara dan Tangerang. Setelah itu, massa kemudian mengarah ke depan Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

Dia mengaku, massa ingin  menuntut pencabutan Surat Keputusan (SK) Penetapan UMP, yang membuat upah tahun depan hanya naik sebesar 1,09 persen. "Kedua, kita menuntut Presiden Jokowi mengeluarkan kenaikan upah secara nasional rata-rata antara 10 sampai 15 persen melalui Keputusan Presiden atau Kepres," kata Ilhamsyah.

Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) itu menegaskan, buruh dan mahasiswa juga menuntut agar pemerintah dapat menjalankan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

Baca juga : Gejala tidak Biasa Covid Varian Omicron

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement