Rabu 24 Nov 2021 21:38 WIB

Bupati Sebut Dewan Pengupahan Sepakat UMK Bogor tidak Naik

Bupati Ade Yasin menilai angka UMK di Bogor sudah cukup tinggi, yakni Rp 4,2 juta.

Bupati Bogor Ade Yasin (tengah) menemui buruh yang menggelar unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Ade Yasin menyebut Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor sepakat UMK 2022 tidak ada kenaikan.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Bupati Bogor Ade Yasin (tengah) menemui buruh yang menggelar unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Ade Yasin menyebut Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor sepakat UMK 2022 tidak ada kenaikan.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, Dewan Pengupahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah menyepakati bahwa angka Upah Minimum Kabupaten (UMK) pada 2022 tidak naik. Besar kemungkinan, UMK Kabupaten Bogor akan tetap berada di angka Rp 4,2 juta sebagaimana tahun 2021.

"Dewan Pengupahan yang terdiri dari serikat pekerja dan organisasi pengusaha sudah menyepakati untuk tidak ada kenaikan (UMK)," ungkapnya di Cibinong, Kabupaten Bogor, Rabu (24/11).

Baca Juga

Menurutnya, angka UMK di wilayahnya kini sudah cukup tinggi, yakni Rp 4,2 juta, di atas UMK wilayah Kota Bogor yang senilai Rp4,1 juta. Pasalnya, tahun,lalu angka UMK wilayah Kota Bogor juga tidak mengalami kenaikan. "Memang awalnya ada permintaan kenaikan UMK sebesar 3,7 persen," kata Ade Yasin.

Namun, Pemkab Bogor belum menggelar rapat pleno untuk membahas kenaikan UMK tahun 2022, meski seharusnya ditetapkan 25 November 2021, seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 sebagai turunan dari UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Sementara, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bogor, Nanda Iskandar,mengatakan, mayoritas pengusaha berat menaikkan upah lantaran kondisi perekonomian saat ini belum seutuhnya pulih dari imbas pandemi. "Selanjutnya juga harus melaksanakan PP Nomor 36 Tahun 2021 secara konsisten dan tidak berpihak. Karena menyelamatkan industri juga menyelamatkan pekerja dan keluarganya," terang Iskandar.

Ia menyebutkan bahwa sektor industri di Kabupaten Bogor sangat terganggu dengan adanya pembatasan aktivitas masyarakat selama pandemi Covid-19. Pasalnya, selama tahun 2020, pemasaran hasil produksi dalam negeri dan ekspor mengalami penurunan sekitar 50-70 persen.

Kemudian, 80 persen perusahaan tercatat mengalami penurunan pendapatan, sehingga berpengaruh pada operasional perusahaan. Akibatnya, sebanyak 10.271 pekerja terpaksa dirumahkan dan 1.966 pekerja lainnya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Iskandar menerangkan, Apindo berharap langkah penyelamatan lain dari Pemkab Bogor, seperti memangkas banyak alur birokrasi untuk kemudahan berinvestasi, penundaan pajak atau retribusi daerah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement