Sabtu 21 Aug 2021 18:27 WIB

Cerita Pembuat Mural Kritik di Kawasan Larangan Tangerang

Edi Bonetski mengaku membuat mural sebagai bentuk kritik terhadap kondisi saat ini.

Rep: Eva Rianti / Red: Bayu Hermawan
Warga menghapus seni mural yang ada di kawasan Larangan, Tangerang, Banten, Jumat (20/8/2021). Penghapusan mural tersebut atas perintah ketua Rukun Warga (RW) dengan alasan tidak memiliki ijin.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Warga menghapus seni mural yang ada di kawasan Larangan, Tangerang, Banten, Jumat (20/8/2021). Penghapusan mural tersebut atas perintah ketua Rukun Warga (RW) dengan alasan tidak memiliki ijin.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Mural bermuatan kritik di sebuah tembok di Jalan Inpres 8, Kelurahan Larangan Utara, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Banten dihapus pada Jumat (20/8). Penghapusan mural tersebut dilakukan lantaran dinilai tidak memiliki izin.

Sebelum dihapus, di tembok tersebut terdapat sejumlah gambar mural berwarna-warni bergaya kontemporer serta beberapa tulisan. Diantaranya tulisan 'Hapus Korupsi, Boekan Muralnya' berwarna hijau terang di sisi bawah. Gambar serta tulisan tersebut sudah dihapus dan tertutup cat berwarna abu-abu di seluruh bagian tembok seluas sekitar 4x3 meter itu.

Baca Juga

Pembuat mural, Herdy Aswarudi alias Edi Bonetski mengatakan, tulisan tersebut dibuat olehnya bersama sejumlah kawan pada Rabu (18/8) sekira pukul 23.00 hingga Kamis (19/8) pukul 01.00 WIB. Dia mengaku tulisan ‘Hapus Korupsi, Boekan Muralnya’ memang dibikin sebagai bentuk kritik terhadap kondisi di Indonesia saat ini.

Tulisan tersebut juga sebagai respons atas tindakan-tindakan yang dinilai represif dalam menanggapi karya mural yang belakangan terjadi. Terutama mural mirip wajah Presiden Joko Widodo bertuliskan '404 : Not Found' di sebuah tembok di kawasan Batu Ceper, Kota Tangerang yang viral, dan bahkan pembuat mural sempat diburu oleh polisi.

 

"Kayaknya yang cocok ditulis korupsi nih, soalnya kemarin bantuan sosial dikorup, masker dikorup. Lalu, setuju bikin 'hapus korupsi boekan muralnya', warnanya hijau kinclong. Yang seharusnya diburu itu yang maling uang negara (koruptor)," cerita Edi kepada Republika.co.id, Sabtu (21/8).

Edi menuturkan, keesokan harinya, mural tersebut disebar di media sosial dan menjadi sorotan, termasuk oleh pejabat setempat, hingga didatangi ke kediamannya. Dia ditanyai mengenai maksud dari tulisan mural tersebut. Lantas, pada Jumat (20/8), mural itu didapatinya telah dihapus. Menurut pengakuannya, yang menghapus mural tersebut adalah sejumlah orang dari pihak kelurahan dan jajaran RW setempat.

"Saya lihat penghapusannya. Saya sempat mendatangi orang-orang itu (yang menghapus), mereka bawa-bawa map, ada surat keberatan untuk digambar. Katanya 'saya dapat perintah', saya tanya 'perintah dari siapa?', jawabnya 'pokoknya perintah'," jelasnya.

Edi menyayangkan penghapusan mural tersebut. Dia mengatakan, mural yang digambar olehnya di tembok itu hanya menimpali mural-mural yang sudah ada sebelumnya. Hal itu, kata dia merupakan ekspresi dari street art. Lebih lanjut, dia menganggap kebebasan berekspresi dibatasi, padahal ada beleid yang menaunginya, yakni UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement