Kamis 18 Feb 2021 17:23 WIB

Transjakarta dan KRL Masih Kelebihan Penumpang 

Padahal pada masa pandemi Covid-19, penumpang Transjakarta dan KRL masih dibatasi.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Sejumlah penumpang berjalan usai turun dari rangkaian kereta rel listrik (KRL) Commuterline.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
[Ilustrasi] Sejumlah penumpang berjalan usai turun dari rangkaian kereta rel listrik (KRL) Commuterline.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menemukan dalam operasional bus Transjakarta dan kereta rel listrik (KRL) masih kelebihan penumpang. Padahal pada masa pandemi Covid-19, penumpang Transjakarta dan KRL masih dibatasi untuk memastikan penerapan jaga jarak fisik. 

"Pada jam tertentu, beberapa bus Transjakarta masih terdapat kelebihan penumpang tidak sesuai dengan batas kapasitas yang diizinkan," kata Kepala BPTJ Polana B Pramesti dalam konferensi video, Kamis (18/2). 

Baca Juga

Polana mengatakan hal tersebut terjadi karena jumlah penumpang lebih banyak dari kapasitas yang tersedia. Menurut dia, hal tersebut juga terjadi pada moda transportasi KRL. 

Dia menuturkan, dalam operasional KRL, penumpang tidak merata terbagi di setiap kereta. "Dari jumlah 12 rangkaian kereta, terbanyak penumpang mengisi pada kereta satu sampai tiga terdepan," kata Polana. 

Polana menemukan, pada waktu sibuk antara 06.30 WIB hingga 08.30 WIB penumpang KRL melebihi kuota 45 persen dan terjadi pada stasiun-stasiun berikutnya. Sementara penumpang yang turun dari kereta jumlahnya hanya sedikit. 

Hanya saja, Polana mengatakan setelah Stasiun Depok Baru, jumlah penumpang berkurang. Banyak yang turun terutama di Stasiun Kalibata, Cawang, Tebet, dan Juanda. 

Dia menuturkan, khusus penumpang kereta bandara, Moda Raya Terpadu (MRT), dan Lintas Rel Terpadu (LRT) jumlah penumpangnya masih terjaga. Polana mengatakan, jumlah penumpang masih sesuai kuota bahkan di bawah kuota yang ditetapkan. 

Dalam pemantauannya, BPTJ juga melakukan monitoring bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Ombudsman RI. Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan penegakan hukum di dalam KRL lebih fokus pada penumpang yang berbicara. "Bahkan petugas terkesan over acting," tutur Tulus. 

Tulus juga mengakui, terjadi penumpukan penumpang di kereta tertentu dan di rangkaian lain cenderung longgar. Tulus menyayangkan, tidak ada upaya dari petugas KRL untuk melakukan rekayasa atau penataan dalam meratakan jumlah penumpang di setiap rangkaian kereta. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement