Jumat 05 Feb 2021 19:55 WIB

Penyebar Hoaks Jakarta Lockdown Saat Imlek Terancam Pidana

Jakarta dipastikan tidak akan lockdown saat libur Imlek.

Rep: Ali Mansur/ Red: Indira Rezkisari
Pegawai beraktivitas dibawah hiasan lampion di lobby kantor Kementerian Agama (Kemenag), Thamrin, Jakarta, Jumat (5/2). Kabar Jakarta akan mengalami lockdown saat libur Imlek adalah hoaks.
Foto: Prayogi/Republika.
Pegawai beraktivitas dibawah hiasan lampion di lobby kantor Kementerian Agama (Kemenag), Thamrin, Jakarta, Jumat (5/2). Kabar Jakarta akan mengalami lockdown saat libur Imlek adalah hoaks.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono, menegaskan kabar DKI Jakarta akan lockdown pada libur Imlek atau mulai Jumat (12/2) malam hingga Senin (15/2) pagi yang beredar di layanan pesan singkat WhatsApp adalah hoaks. Ia memperingatkan penyebar hoaks atau berita bohong dapat dipidanakan.

"Ada UU KUHP pasal 14 ayat 1, barang siapa menyebatkan berita bohong ancamannya 10 tahun, dan ayat 2-nya barang siapa yang menyiarkan berita keonaran di kalangan rakyat dipenjara 3 tahun, pasal 15 barang siapa menyiaraan tidak pasti atau tidak lengkap dapat membuat keonaran ancamananya 2 tahun," tegasnya, dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/2).

Baca Juga

Lebih lanjut, Argo mengaku juga dapat informasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) broadcast tentang Jakarta lockdon tidak benar. Menurutnya dengan adanya broadcast yang tidak benar itu akan berdampak negatif bagi siapa saja, meski kontennya biasa saja, tapi isinya bisa bersifat menghasut membuat fitnah. Hoaks tersebut juga akan menyasar emosi masyarakat.

"Kemudian menimbulkan opini negatif yang mengakibatkan kegaduhan di masyarakat dan disintegrasi bangsa. Ini dampaknya dari hoaks, ini sangat dikhawatirkan," kata Argo mengingatkan.

Argo menyebutkan, pada tahun 2020 saja, ada sekitar 352 kasus soal penyebaran berita hoaks. Mereka yang menyebarkan hoaks juga terancam pasal 28 ayat 1 UU No 11 Tahub 2008 tentang ITE tentang penyabaran berita bohong di media elektornik termasuk medsos. Pelanggar dikenakan sanksi pidana penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar serta diproses oleh siber Polri.

Oleh karena itu, kata Argo, pihaknya dan Kemenkes berharap masyarakat untuk saring dulu informasi sebelum dibagikan lagi. Apabila informasi tersebut memang tidak benar jangan dibagikan kembali. Kemudian jika masih ragu, Argo minta masyarakat bisa menanyakan ke Kemenkes, ke Kepolisian atau ke instansi yang berwenang.

"Kepada masyarakat semua untuk selalu ada cek and ricek berkaitan dengan informasi broadcast atau media sosial lain," pesan Argo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement