Rabu 25 Nov 2020 22:59 WIB

Inovasi Daerah Diperlukan untuk Dorong Pelayanan Inklusif

Diperlukan komitmen pendataan dari bawah melalui operator yang telah terlatih.

Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas Maliki dalam webinar
Foto: Dok. Bap
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas Maliki dalam webinar "Inovasi Daerah dalam Mendorong Pelayanan Dasar yang Inklusif".

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pembangunan inklusi ditujukan untuk menjamin seluruh kelompok masyarakat agar memperoleh akses terhadap layanan publik dan menjadi mandiri, termasuk anak, lansia dan penyandang disabilitas. Prinsip pembangunan inklusi memberikan kesempatan seluruh elemen pemerintah dan masyarakat dapat terlibat dalam tahap pembangunan.

Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Harry Hikmat menyampaikan hal tersebut dalam webinar "Inovasi Daerah dalam Mendorong Pelayanan Dasar yang Inklusif".

Dirjen Rehsos menyampaikan perlunya komitmen pendataan dari bawah melalui operator yang telah terlatih sehingga bisa  memastikan bahwa data penyandang disabilitas sudah masuk. 

“Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos sudah menyesuaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS NG) berdasarkan ragam disabilitas berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas," kata Harry, Rabu (25/11).

Untuk memastikan keterlibatan masyarakat secara luas, maka di dalam DTKS ada modul khusus DTKS Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) penyandang disabilitas yang mengadopsi format instrumen pendataan nasional disabilitas.  

"Saat ini baseline kita sama,  semua kementerian/lembaga yang terkait dengan pendataan disabilitas harus seragam memasukkan empat ragam disabilitas menjadi acuan kita bersama sehingga data tidak terpisah-pisah. Data nasional akan mengakomodasi keragaman disabilitas secara spesifik bahkan akan diketahui kebutuhan dan pelayanan-pelayanan yang bisa di akses penyandang disabilitas,” kata dia.

Kemensos melalui Ditjen Rehsos, kata dia, memiliki platform baru tahun 2020 yaitu Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) Penyandang Disabilitas berupa layanan rehabilitasi sosial yang menggunakan pendekatan berbasis keluarga,  komunitas  dan residensial secara dinamis, integrative dan komplementari. 

Atensi penyandang disabilitas meliputi penguatan sosial ekonomi inklusi bagi penyandang disabilitas dalam masa adaptasi kebiasaan baru. Empat upaya Kemensos dalam hal ini, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar melalui pemberian Bansos Sembako, Bantuan Sosial Tunai (BST), Bansos Reguler PKH, Bansos Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas (ASPD) dan Bansos Beras bagi non-PKH.

Selanjutnya, upaya penguatan ketahanan sosial ekonomi  terdampak Covid-19 melalui program kewirausahaan  penyandang disabilitas berbasis Sheltered Workshop dan dukungan stimulus usaha ekonomi produktif penyandang disabilitas.

"Guna memaksimalkan hasil, maka Kemensos juga melakukan upaya peningkatan kapasitas penyandang disabilitas dalam berbagai bentuk keterampilan kerja dan program kewirausahaan melalui program vokasional," kata dia.

Pentingnya inovasi dalam mendorong layanan dasar yang inklusi dijelaskan Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas, Maliki. "Paradigma baru mengharuskan pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengusahakan terus menerus membuka layanan dasar. Kita harus meyakinkan bahwa penyandang disabilitas benar-benar bisa berperan aktif dari segi perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan," kata Maliki.

"Keterbatasan penyandang disabilitas dipengaruhi dua faktor meliputi kesadaran orang tua dan pastisipasi dalan perencanaan pembangunan yang masih terbatas bagi penyandang disabilitas," kata dia menambahkan.

Praktik baik dalam layanan dasar yang inklusi diungkapkan Bappeda Kabupaten Pekalongan dengan program mengurangi kesenjangan akses pendidikan bagi anak dengan disabilitas melalui Gerakan KUDU Sekolah (Kembali Upayakan DUkungan untuk Sekolah). 

Mereka memiliki inovasi layanan dengan tiga solusi, yaitu mekanisme dan pembagian peran yang jelas pada semua tingkatan, komitmen dan dukungan dari stakeholder dan dukungan orang tua, sekolah dan masyarakat agar Anak Tidak Sekolah (ATS) kembali bersekolah.

Kemudian disusul dengan praktik baik dari Kabupaten Trenggalek yang dijelaskan Kepala Dinas Sosial PPPA, Ratna Sulistyowati dengan program "Musrena Keren" (Musyawarah Perempuan, Anak , Disabilitas , dan kelompok Rentan) agar memiliki akses , manfaat , partisipasi, dan kontrol dalam pembangunan yang partisipatif dan terstruktur serta sebagai upay pembangunan yang lebih inklusif untuk semua dan bagi semua.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement