Sabtu 08 Aug 2020 21:01 WIB

PPDB Depok, Ombudsman tak Temukan Maladministrasi Kepsek

Para kepsek sempat tak kuat menghadapi tekanan sejumlah oknum kelompok masyarakat.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Endro Yuwanto
Calon siswa melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi. Ilustrasi.
Foto: ANTARA/ARNAS PADDA
Calon siswa melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menyatakan seluruh proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2020/2021 pada tingkat SMA dan SMK di Kota Depok dan kota/kabupaten lainnya telah selesai dan dinyatakan ditutup pada 7 Juli 2020. Hal itu sesuai dengan petunjuk teknis Dinas Pendidikan (Disdik) Pemerintah Provinsi  (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) tentang PPDB pada SMA, SMK, dan SLB 2020 Provinsi Jabar.

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho mengatakan, sudah menerima tidak kurang dari 20 laporan masyarakat terhadap penyelenggaraan PPDB tingkat SMA/SMK di Kota Depok. Rata-rata semuanya mengadukan mengenai tidak diterimanya siswa pada tahapan PPDB (zonasi, afirmasi, prestasi, perpindahan orang tua).     

"Untuk laporan masyarakat tersebut kami sudah membuat Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan menyatakan tidak ada maladministrasi dalam penyelenggaraan PPDB pada tahapan online tersebut, tetapi    permasalahan justru muncul ketika tahapan offline, di mana disinyalir banyaknya titipan yang masuk pada tahapan ini," ujar Teguh dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (8/8).

Teguh mengungkapkan, pihaknya sudah memanggil 17 kepala sekolah (kepsek) SMA/SMK Negeri se-Kota Depok dan pejabat cabang Disdik Pemprov Jabar Wilayah II bertempat di SMAN 4 Kota Depok pada Jumat (7/8).

"Kami meminta keterangan terhadap perkembangan pelaksanaan PPDB Kota Depok yang semakin ramai diperbincangkan, padahal secara peraturan dan tahapan seharusnya sudah clear sebulan yang lalu. Dalam kesempatan tersebut, didapatkan keterangan pihak sekolah melakukan optimalisasi dengan menambah jumlah rombongan belajar (rombel) dari 36 siswa ke 40 siswa," jelas Teguh.

Menurut Teguh, hal tersebut dilakukan oleh kepsek karena tidak kuat menghadapi tekanan dari sejumlah oknum kelompok masyarakat, pewarta, dan pejabat pemerintahan yang ingin menitipkan sejumlah siswa untuk masuk sekolah. Padahal secara ketentuan hal tersebut tidak dimungkinkan. Tekanan tersebut, kemudian diantisipasi oleh para kepsek dengan membuat kesepakatan antarkepsek dengan menambah kursi calon peserta didik sebanyak empat orang per kelas sehingga mencapai angka optimal 40 siswa dalam satu rombel.

"Ombudsman Jakarta Raya mengingatkan, penambahan siswa baru melalui jalur PPDB offline yang tidak jelas panduannya mendorong potensi terjadinya jual beli kursi. Jika kepsek dan jajaran sekolahnya nakal, maka potensi gratifikasi dan jual beli kursi sangat tinggi, dan jika kepsek jujur dan takut terhadap tekanan, dia akan cenderung meloloskan siswa yang tekanan dari luarnya paling tinggi, baik karena jabatan, ketakutan atas tindak kekerasan dan ancaman fisik, atau ancaman dipublikasikan buruk oleh pewarta," kata Teguh.

Untuk itu, lanjut Teguh, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya juga mendukung upaya dugaan pengungkapan jual beli kursi dalam PPDB offline yang tengah dilakukan oleh Polrestro Depok. Ombudsman akan memantau prosesnya untuk memastikan proses pemeriksaanya bisa segera menghasilkan kepastian, apakah terjadi jual beli kursi yang dilakukan oleh kepsek, atau transaksi itu terjadi antara orang tua siswa dengan para pihak yang menjanjikan kepada orang tua siswa.

"Jika terbukti ada gratifikasi, maka penerima dan pemberi gratifikasi wajib di proses hukum. Jika ada orang tua yang dirugikan oleh oknum masyarakat agar melaporkan ke polisi," tegas Teguh.

Teguh menambahkan, Ombudsman Jakarta Raya akan segera memberikan saran perbaikan dan tindakan korektif kepada Disdik Pemprov Jabar dan Gubernur Jabar untuk menyikapi permasalahan yang terjadi sehingga tahun depan permasalahan PPDB bisa berjalan sesuai koridor dan ketentuan yang sudah berlaku. "Selain itu, kami ingin Disdik Jabar juga melakukan pengawasan yang lebih baik di setiap PPDB dan seharusnya memberi bantuan pendampingan kepada para kepsek yang mendapat tekanan, ancaman, dan intimidasi dari berbagai pihak agar meloloskan siswa dan dugaan jual beli kursi," lanjutnya.

Ombudsman Jakarta Raya dengan tegas menyatakan proses PPDB baik    secara online maupun offline di Kota Depok telah usai. "Para kepsek beserta jajaran diminta untuk fokus pada proses belajar mengajar tahun ajaran baru 2020/2021," pungkas Teguh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement