Selasa 28 Jul 2020 07:39 WIB

Komunitas Condet Soroti Penerapan Betonisasi Ciliwung

Ciliwung Institute mendapat sinyal betonisasi di Sungai Ciliwung bakal dilanjutkan.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Erik Purnama Putra
Warga membuang sampah di aliran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jaksel (ilustrasi).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga membuang sampah di aliran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jaksel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai bentuk peringatan Hari Sungai Nasional pada Senin (27/7), Komunitas Ciliwung Condet mengadakan peninjauan terhadap betonisasi yang dilakukan oleh Dinas Bina Marga DKI Jakarta. Pelaksanaan betonisasi di Sungai Ciliwung dinilai malah memperparah banjir yang ada di Ibu Kota.

Pengurus Ciliwung Institute, Sudirman Asun menuturkan, sebenarnya penerapan betonisasi masih menunggu kelanjutan dari Pemprov DKI. Meski begitu, pihaknya mendapat sinyal proyek tersebut bakal dilanjutkan.

Hal ini membuat sungai sebagai bentang alam yang di dalamnya ada masyarakat, komunitas, budaya, ekologi, dan ruang tata kelola sungai harus dilibatkan. "Kita lihat dominasi penataan ini oleh orang teknik. Memang jago membuat infrastruktur, tapi kan ini bentang alam sungai. Ya pertama itu soal ruang kultural perlu dilibatkan dalam pengambilan kebijakan," kata Asun kepada Republika, Senin (27/7).

Selain itu kawasan Sungai Ciliwung bagian selatan ini yang secara administrasi di Jakarta Timur, di seberang Jakarta Selatan mulai dari Pasar Minggu, termasuk Tanjung Barat sampai Manggarai, secara topografi elevasinya masih tinggi.

Hal itu bisa dilihat dari arus sungai. Nantinya saat dibeton pinggir sungai akan mengancam orang yang tinggal di hilir, yakni Jakarta Pusat dan Jakarta Utara termasuk nelayan. Asun menjelaskan, masyarakat di utara juga sedang berhadapan dengan pasang air laut besar yang terjadi dua kali menurut siklus bulan purnama.

"Artinya fungsi wilayah selatan sungai sebagai pengendali banjir menahan air akan hilang. Yang menyebabkan air akan dibuang ke hilir. Bisa dibayangkan jika datangnya secara bersamaan akan mengancam ketahan kota Jakarta," ujar Asun.

Tim Pengendali Banjir Komunitas Ciliwung, Sahroel Polontalo mengatakan, permasalahan untuk mengatasi banjir bukanlah mengutak-atik sungai. Jika seperti itu, sambung dia, sama saja menghilangkan kesempatan penampakan lingkungan hijau di sungai termasuk ekosistem air hancur.

Menurut Sahroel, untuk mengatasi banjir yakni dengan membangun tampungan dan resapan sebanyak mungkin di seluruh wilayah daerah aliran sungai (DAS). "Bagaimana membangun tampungan bisa berupa waduk, embung, atau kolam ikan. Atau setiap rumah menampung air hujan," ujarnya.

Solusi lain yakni dengan membangun resapan mulai dari biopori hingga sumur resapan. Ini bertujuan untuk mengurangi air masuk ke sungai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement