Friday, 10 Syawwal 1445 / 19 April 2024

Friday, 10 Syawwal 1445 / 19 April 2024

Penertiban Impor Berisiko Tinggi Tunjukkan Hasil Positif

Selasa 01 Aug 2017 19:09 WIB

Red: Qommarria Rostanti

Menkeu Sri Mulyani mengundang para pimpinan kementerian/lembaga dan kalangan pengusaha untuk membahas penyederhanaan perizinan larangan dan pembatasan impor.

Menkeu Sri Mulyani mengundang para pimpinan kementerian/lembaga dan kalangan pengusaha untuk membahas penyederhanaan perizinan larangan dan pembatasan impor.

Foto: Dok Bea Cukai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC) untuk semester I 2017 mencapai 95 persen dari target. Sementara itu, secara keseluruhan, target capaian PRKC yang dijadwalkan selesai pada 2020 telah mencapai 12 persen.

Penertiban impor berisiko tinggi (PIBT) merupakan program yang disorot pada triwulan II 2017. Dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (1/8), Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan PIBT merupakan langkah nyata Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam menjawab tantangan dari masyarakat yang menginginkan perdagangan ilegal dapat diberantas. Salah satunya praktik penghindaran fiskal serta penghindaran pemenuhan perizinan barang larangan dan/atau pembatasan (lartas).

Program PIBT dinilai menunjukkan hasil positif. Hal itu ditunjukkan dengan semakin menurunnya persentase impor berisiko tinggi yang jumlahnya selama ini tidak lebih dari 5 persen dari seluruh kegiatan impor dan ekspor di Indonesia. Selain itu, importir berisiko tinggi yang melakukan aktivitas setiap harinya, jumlahnya menurun rata-rata sebesar 66 persen. Importasi oleh importir berisiko tinggi jumlahnya juga menurun rata-rata sebesar 70 persen.

Tingkat kepatuhan importir berisiko tinggi pun sudah menunjukkan perbaikan. Hal ini terlihat dari pemberitahuan nilai pabean yang semakin mencerminkan harga transaksi sebenarnya serta meningkatnya jumlah bea masuk dan pajak yang dibayarkan secara self assessment dalam setiap pemberitahuan impor barang (PIB) sebesar 37 persen. Nama pemilik barang sebenarnya (indentor) juga sudah diberitahukan sehingga mempermudah administrasi perpajakan oleh DJP.

Sayangnya, penerapan program PIBT masih dihadapkan pada beberapa tantangan, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang tidak dapat memenuhi perizinan lartas karena skala kapasitas dan aksesibilitas. Untuk menjawab tantangan tersebut, hari ini Menkeu mengundang para pimpinan kementerian/lembaga dan kalangan pengusaha untuk membahas penyederhanaan perizinan larangan dan pembatasan impor serta menyampaikan pernyataan bersama tentang simplifikasi tata niaga perdagangan internasional dan implementasi pengawasan pos perbatasan.

Pimpinan kementerian/lembaga yang hadir antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri Kesehatan, Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala BPOM, Pimpinan KPK, dan Kepala Kantor Staf Presiden. 

Strategi simplifikasi perizinan dilakukan dengan mengharmonisasikan antar-peraturan lartas. Dengan demikian, peraturan-peraturan lartas yang berbeda tetapi mengatur komoditas yang sama dapat disederhanakan menjadi satu peraturan atau perizinan lartas. Selanjutnya, strategi ini juga dapat berupa penyederhanaan persyaratan atau kriteria agar UKM memperoleh izin impor terhadap komoditas yang dijadikan sebagai bahan baku. Saat ini, terdapat 1.073 HS Code yang memerlukan perizinan lebih dari satu kementerian/lembaga. Dengan adanya simplifikasi, permohonan penerbitan izin dan pengujian produk atau uji lab hanya dilakukan satu kali. Selain itu, simplifikasi juga menghasilkan kriteria perizinan yang terukur dan jelas.

Adapun pergeseran pengawasan dari perbatasan menjadi pengawasan sebelum barang beredar dan/atau pengawasan di pasar merupakan cara yang dilakukan untuk menurunkan jumlah HS Code yang dikenakan lartas. Sesuai dengan amanat paket kebijakan ekonomi tahap XV, salah satu poinnya adalah melakukan perbaikan logistik nasional untuk mempermudah dan mempercepat arus barang di pelabuhan dengan penyederhanaan tata niaga. Hal ini dilakukan melalui pengurangan lartas di perbatasan dari semula 49 persen menjadi sekitar 19 persen yang ditargetkan tercapai pada Oktober 2017.

Saat ini, dari total 10.826 HS code Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017, 5.299 HS code merupakan lartas. Pengawasan pos berbatasan ini dapat lebih menguatkan pengawasan terhadap barang-barang yang diatur tata niaganya di pasar, serta dapat menggambarkan kondisi komoditas nyata yang beredar di dalam negeri.

Salah satu pengusaha di bidang impor alat-alat kesehatan yang turut diundang dalam rapat koordinasi gabungan pembahasan penyederhanaan perizinan lartas mengungkapkan bahwa program penertiban impor berisiko tinggi membuat perusahaannya dapat bersaing secara lebih fair. Dia menyebut, praktik impor berisiko tinggi cenderung merugikan dan memiliki beberapa risiko, antara lain kemungkinan barang hilang, uang hangus, pemilik barang tidak mendapatkan kepastian waktu sampainya barang, tidak mendapatkan pajak pertambahan nilai (PPN) masukan untuk pelaporan pajak, serta tidak dapat mendaftarkan barang-barang di e-catalogue. Dia juga menyampaikan apresiasi terhadap perbaikan layanan yang dilakukan oleh DJBC karena saat ini pengurusan izin lebih mudah dan memiliki janji layanan.

Pada kesempatan yang sama, seorang pengusaha bahan baku industri batik mengatakan bahwa perusahaannya sempat menggunakan jasa importir berisiko tinggi untuk mengimpor bahan baku industrinya. Ini dilakukan dengan alasan volume impor yang kecil dan belum memahami aturan impor, termasuk ketentuan larangan dan pembatasan. Dengan adanya program penertiban ini, perusahaannya memutuskan menjadi importir mandiri dan patuh agar mendapatkan keamanan pasokan barang dan kepastian harga. Dia berharap kepada pemerintah agar dapat menyederhanakan regulasi yang ada dan memberikan bimbingan serta edukasi.

Seorang pengusaha jasa konstruksi mengaku pernah menggunakan jasa importir berisiko tinggi karena kebutuhan mendesak. Namun, dia menyatakan dari praktik tersebut, perusahaannya tidak dapat memanfaatkan fasilitas free trade agreement (FTA) dan tidak mendapatkan pengkreditan pajak. Oleh karena itu, dia sangat mendukung program penertiban ini dan menyatakan bahwa menjadi patuh itu mudah dan murah.

Dengan pelaksanaan strategi ini, pemerintah berharap dapat tercipta tata niaga yang lebih efektif, mudah, cepat, murah, dan transparan. Selain itu, pasokan barang impor yang perlu izin (pembatasan) yang ditinggalkan oleh importir tidak patuh, maka akan diisi oleh importir patuh karena persyaratannya dapat dipenuhi. Pemerintah juga berharap, momentum penertiban tersebut akan mampu mendorong pertumbuhan industri dan ekonomi dalam negeri.

 

Menkeu Sri Mulyani mengundang para pimpinan kementerian/lembaga dan kalangan pengusaha untuk membahas penyederhanaan perizinan larangan dan pembatasan impor.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
 
Terpopuler