Rabu 16 Mar 2011 18:19 WIB

Muhamad Nuh: Permendiknas Bukan Sesuatu yang Sakral

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA--Menteri Pendidikan Nasional Muhamad Nuh mengingatkan semua pihak bahwa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 78 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Seboklah Bertaraf Internasional bukan hal yang sakral.

Karena itu Mendiknas menyatakan tak keberatan mengubah regulasi itu demi kebaikan bersama. Pernyataan Mendiknas dilontarkan menanggapi kontroversi mengenai biaya pendidikan di RSBI/SBI yang dinilai sangat mahal. Penyelenggara RSBI/SBI 'berani mengutip' biaya mahal karena berlindung pada Pasal 16 di Permendiknas No 78 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan SBI pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pasal itulah menjadi alasan RSBI boleh menarik dana besar dari masyarakat, ia menyatakan Peraturan menteri itu bukan sesuatu yang sakral. sehingga Kemendiknas pun tidak keberatan jika memang harus merubah permen tersebut.’’Saya rasa tidak ada yang keberatan apabila mutu sekolah itu bagus. Kalaupun ingin berkualitas memang harus ada design system terlebih dahulu,’’ ujarnya.

Nuh pun mengakui kalau ia salah dalam mengestimasi waktu, artinya waktu evaluasi ternyata lebih panjang dari target. ‘’Ternyata memang banyak yang harus dibenahi, dan tak bisa memakan waktu sebentar,’’ ucapnya.

Kepala Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Kemendiknas Hendarman sebelumnya menyatakan sudah ada peraturan menerima 20 persen siswa miskin berpotensi akademik itu akan tetapi belum banyak sekolah yang menerapkan.’’Paling hanya 14 persen saja kuotanya,’’ ungkapnya. Dirinya juga menyatakan, permendiknas akan direview dari beberapa hal termasuk kuota 20 persen ini.

Untuk tingkat daerah, Bupati Gorontalo David Bobikoe Akib menyatakan RSBI di Gorontalo terbagi atas dua bentuk. Bentuk pertama ialah ia membuka RSBI yang disebut eksklusif, yaitu kelas untuk siswa pintar dari kalangan mampu yang diwajibkan membayar lebih. ‘’Jadi tidak masalah untuk membayar lebih’’ paparnya.

Kemudian bentuk kedua ialah kelas khusus, menerima siswa pintar dari kalangan tidak mampu dengan persentase yang ditetapkan Kemendiknas.’’Kalau kelas khusus kami gratiskan,’’ ucapnya. Hal ini dilakukan karena pihaknya ingin menyerap sebanyak mungkin putra daerah yang berpotensi untuk kemajuan daerah yang dimekarkan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement