Senin 28 Feb 2011 17:15 WIB

MUI Jatim tak Puas dengan SK Larangan Ahmadiyah

Ahmadiyah, ilustrasi
Foto: Antara
Ahmadiyah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/94/KPTS/013/2011 tentang Larangan Aktivitas Jamaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) tidak memuaskan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Karena dinilai tidak tegas, apalagi tidak mengandung sanksi. "Terus terang, kami tidak puas karena hanya larangan menjalankan aktivitas, bukan pembubaran Ahmadiyah seperti fatwa kami," kata Ketua MUI Jatim, KH Abdusshomad Buchori, di Surabaya, Senin (28/2).

Oleh sebab itu, MUI dan Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) tetap akan menggelar aksi di depan Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, pada 10 Maret 2011, untuk menuntut pembubaran Ahmadiyah. "Kami tetap akan menggelar aksi, tapi mungkin caranya yang berbeda," kata Kiai Shomad usai menghadiri acara pertemuan Gubernur Jatim dengan Forum Pimpinan Daerah dan sejumlah pimpinan media massa di Grahadi itu.

Meskipun demikian, dia memaklumi SK tersebut karena keterbatasan kewenangan Gubernur Jatim sehingga tidak berhak membubarkan suatu aliran agama. "Apa pun isi keputusan itu, kami menerimanya, meskipun sebenarnya kami tidak puas," katanya seraya berharap SK tersebut dapat membatasi ruang gerak Ahmadiyah.

Menurut dia, ada sembilan kabupaten/kota yang terdapat Ahmadiyah dengan jumlah jamaat sekitar 200 orang, di antaranya Gresik, Kediri, Madiun, Surabaya, dan Sidoarjo. "Setidaknya Gubernur telah menunjukkan sikap yang responsif, meskipun dua minggu menggelar pertemuan membahas Ahmadiyah tidak menunjukkan kemajuan berarti," kata Kiai Shomad.

Melalui SK Gubernur itu, dia mengajak para pengikut Ahmadiyah kembali ke jalan yang benar. "Mereka masih mengaku Islam, maka kembalilah ke jalan yang benar. Kecuali kalau mereka menganggap sebagai agama tersendiri," katanya.

Ahmadiyah yang dianggapnya sebagai sekte yang dibawa pemerintah kolonial Inggris saat menjajah India itu telah melenceng dari ajaran Islam karena mengaku ada nabi terakhir selain Muhammad SAW. "Kalau mereka masih mengaku Islam tentu harus faham dengan Ayat 40 surat Alhadid yang menyebutkan Muhammad SAW sebagai nabi terakhir," katanya.

Sementara Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan bahwa SK yang dikeluarkannya itu merupakan pilihan terbaik di antara yang terbaik (primus interpares). "Masyarakat juga harus berpikir dewasa bahwa setiap keputusan tidak harus ada sanksi," katanya menanggapi salah satu kelemahan dalam SK tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement