Kamis 28 Oct 2010 04:07 WIB

DPR: Pemerintah Pusat Harus Percepat Penanganan Banjir

Rep: Esthi Maharani/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Banjir dianggap bukan hanya permasalahan Pemprov DKI Jakarta. Pemerintah pusat dianggap ikut bertanggung jawab untuk segera melakukan percepatan penanganan banjir dan kemacetan di ibukota.

Desakan itu disampaikan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI saat melakukan kunjungan resmi ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu (27/10).

''Banyak infrastruktur jalan, saluran makro seperti sungai yang melintasi Jakarta, dan pertumbuhan kendaraan bermotor, kebijakan peraturannya berada ditangan dan kewenangan pemerintah pusat,'' ujar anggota Komisi X DPR RI, Dedy 'Miing' Gumelar. Ia mengatakan, masalah banjir dan kemacetan sudah ada sejak zaman VOC Belanda. Belum lagi dengan dataran tanah di Jakarta berbentuk cekung sehingga masalah banjir sulit terlepas dari kota metropolitan ini.

Menurutnya, untuk penanganan kedua masalah tersebut diperlukan penyempurnaan manajemen penanganan masalah banjir dan kemacetan. Penyempurnaan manajemen tersebut tidak bisa diserahkan kepada Pemprov DKI semata, melainkan juga diperlukan kinerja yang cepat dari pemerintah pusat. “Karena itu manajemennya harus disempurnakan,” katanya.

Dedy mencontohkan kebijakan pertumbuhan industi motor, pertumbuhan kendaraan pribadi di Jakarta, serta pengerukan lima sungai yang ada di ibukota, seluruh kebijakannya ada di tangan pusat. “Ini bukan belain gubernur ya. Tapi memang faktanya seperti itu,” katanya. Oleh sebab itu, anggota DPR RI akan terus mendesak pusat agar mempercepat penanganan banjir dan kemacetan di Jakarta.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo menegaskan Pemprov DKI Jakarta memerlukan instrumen pembatasan kendaraan yang sudah di bawah kendali. Karena pengendalian dan pembatasan kendaraan bermotor di DKI Jakarta merupakan kewenangan pusat. Karena itu, pihaknya meminta saran dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) untuk bertemu dengan pusat agar mendapatkan masukan yang signifikan.

Untuk menangani banjir, sudah ada program prioritas yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Beberapa proyek pengerukan dan pembangunan drainase sudah dilakukan secara pararel dan tidak bisa ditunda lagi. Namun, lagi-lagi pihaknya terbentur dengan peraturan yang harus dikeluarkan pemerintah pusat.

Contohnya pengerukan 13 sungai dengan pinjaman Bank Dunia yang seharusnya sudah jalan, belum bisa terlaksana karena belum ada payung hukumnya. “Bagaimana kita bisa jalan kalau belum ada peraturan pemerintahnya,” keluh Fauzi. Ia meminta masyarakat mengerti hal tersebut. “Bukan kita tidak mau kerja, tapi kalau aturan pemerintahnya belum turun, ya bagaimana lagi,”.

Fauzi mengatakan, dia telah menghubungi Menteri Hukum dan HAM terkait PP pengerukan 13 sungai. Dan disampaikan PP tersebut sudah ada sejak Oktober 2010, tetapi harus ditandatangani oleh presiden, dan itu belum dilakukan.

Begitu juga dengan pembatasan lalu lintas melalui electronic road pricing (ERP)  juga merupakan kewenangan pusat. “Kalau mereka bilang tarsok-tarsok (sebentar besok,), mau gimana lagi?” katanya. Padahal, lanjutnya, sudah ada komitmen tetapi terhambat karena berjalan dengan lambat. “Tapi tetap kita monitor dan lakukan akselerasi.''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement