Ahad 05 Sep 2010 20:09 WIB

Kedalaman Rasa Ikhlas Merawat Bayi-bayi Cacat yang Telantar

Red: irf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sepintas, bayi berusia dua minggu di dalam inkubator itu tampak sehat. Matanya terpejam sambil sesekali menendang-nendangkan kaki dan menggerak-gerakkan tangan dengan lembut. Kulitnya putih menggemaskan. Namun siapa nyana, bayi itu memiliki kelainan bawaan.

"Ia mengidap kelainan pada saluran pencernaan dan pembuangan fesesya," jelas dokter spesialis anak Rinawati Rohsiswanto, salah satu dokter di unit Perinatologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Menurut dokter Rinawati, bayi tersebut tak memiliki saluran yang menghubungkan lambung dan usus, juga tak memiliki saluran penghubung usus ke lubang feses. "Alhasil bayi ini selalu muntah jika diberikan makan dan minum," jelas dokter. "Jika tidak cepat ditolong, maka bayi ini akan kekurangan pangan dan mengalami dehidrasi."

Untung saja, tim dokter di unit Perinatologi bertindak cepat. Sebuah tim kecil yang terdiri dari dokter ahli anastesi, gastrologi, termasuk dokter Rina berhasil menyambungkan saluran yang terputus antara lambung dengan usus dengan tindakan bedah. "Alhamdullillah, walau kami masih harus melakukan tindakan bedah sekali lagi untuk yang di bagian bawah namun sementara ini cukup dulu sambil menunggu kondisi bayi pulih."

Kedua orang tua bayi tersebut, Muhammad Yanto (32) dan Zubaedah (32) hanya bisa pasrah. “Saya sudah menjual rumah untuk biaya tindakan bedah anak kami ini,” ujar Yanto lirih. Tentu, biaya tindakan bedah yang mencapai bilangan puluhan juta rupiah tak sanggup disandang oleh pegawai pabrik rendah tersebut. "Saya belum tahu bagaimana lagi mengumpulkan biaya untuk tindakan bedah selanjutnya."

Biaya pengobatan untuk kasus di atas memang mahal. Dokter Risnawati menjelaskan, biaya minimal untuk sekali tindakan bedah saja mencapai Rp 15 juta. "Bahkan kalau di Rumah Sakit Swasta bisa mencapai empat puluh juta untuk sekali tindakan bedah," jelasnya. Itu belum termasuk biaya rawat inap, biaya obat-obatan dan perawatan menjelang dan pasca bedah. "Namun walau bagaimanapun, sebagai rumah sakit pemerintah, kami mencoba untuk memberikan pelayanan secepat dan setepat mungkin. Seperti dalam kasus bayi ini, meski belum ada kepastian tentang biaya, kami lakukan saja dulu tindakan bedahnya sambil berharap nanti ada jalan keluar untuk tanggungan biayanya," papar Risnawati.

 

Bayi-bayi cacat yang terlantar

Sejak didirikan pada dua tahun silam, unit Perinatologi RSCM banyak menampung bayi-bayi yang memiliki kelainan dan terlantar. Unit Perinatologi sendiri adalah unit yang dikhsuskan untuk merawat bayi usia 0-1 bulan yang memiliki kelainan. "Sejatinya unit ini diperuntukkan bagi semua bayi yang mengidap kelainan ketika lahir, seperti lahir prematur dan memiliki kelainan bawaan," jelas Risnawati.

Pada praktiknya, bayi-bayi yang mereka terima kebanyakan adalah bayi-bayi yang berasal dari keluarga miskin dan tidak mampu, meski tetap ada beberapa yang terlahir dari keluarga mampu. "Ini dapat dimaklumi mengingat ibu-ibu yang berasal dari kalangan tidak mampu biasanya tidak memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk menjaga kandungan mereka agar tetap sehat yang pada ujungnya berakibat buruk bagi janin yang mereka kandung," jelasnya.

Dengan kapasitas incubator 44 unit, kamar-kamar di bagian Perinatologi ini seringkali kebanjiran pasien. Beberapa orang bayi yang belum tertampung terpaksa diinapkan sementara di kamar-kamar rawat inap untuk pasien dewasa.

Bayi-bayi itu juga sering ditelantarkan orang tua mereka. "Bukan baru sekali ada kejadian ibu yang meninggalkan begitu saja bayi prematur yang dilahirkannya," ujar Risnawati. Bayi-bayi yang kemudian ternyata dapat pulih normal setelah di-inkubator lebih beruntung. "Banyak pihak yang ingin menagdopsi mereka sebagai anak, baik dari pribadi maupun yayasan yatim piatu," jelas Risnawati. Namun tidak demikian halnya dengan bayi-bayi yang terlahir cacat atau punya kelainan bawaan. "Banyak yang tak mau mengambil mereka karena tidak mau terbebani dengan biaya perawatan ke depan," ujar dokter anak itu. Padahal, tentu menjadi tanggung jawab semua pihak untuk turut mengurus mereka.

Memahami kendala di atas, BAZNAS dengan layanan Rumah Sehat Sunda Kelapa (RSMASK) tergerak untuk bekerja sama dengan unit Perinatologi RSCM dalam memberi layanan bagi bayi-bayi cacat dan terlantar tersebut. "Kami dari unit Perinatologi siap memberikan pelatihan bagi para perawat dari RSMASK tentang perawatan bayi-bayi dengan kelainan khusus," ungkap Risnawati semangat. "Perawatnya selain cekatan juga harus lemah lembut, jauh lebih lemah lembut dibandingkan merawat pasien dewasa," jelas Risnawati sambil tersenyum.

Melalui kemitraan ini, RSMASK diharapkan dapat menyediakan ruang Perinatologi khusus dengan inkubatornya sehingga bayi-bayi yang belum tertampung di RSCM dapat ditampung di RSMASK dan diberi perawatan yang tepat. "Tindakan memang harus dilakukan dengan cepat dan tepat karena bila tidak akan terlambat," jelas Risnawati.

Direktur RSMASK, dr Fachry menyambut baik gagasan ini. "Insya Allah usulan itu sejalan dengan upaya RSMASK untuk menjadi Rumah Sakit Transit RSCM pertama di tanah air, " ujar Fachry. Bila sesuai rencana, Insya Allah akhir tahun ini RSMASK akan menjadi RS Transit RSCM yang bertugas menampung pasien-pasien yang belum mendapatkan perawatan di RSCM. "Sembari menunggu ruang rawat kosong, mereka diinapkan di RSMASK dan menjalani prawatan di sini," tutur dokter yang juga dosen di FKUI ini.

Tentu, ini semua akan dapat terwujud optimal dengan dukungan dana para muzakki. Insya Allah, dengan demikian, kita dapat memikul amanah memelihara bayi-bayi cacat yang terlantar yang dititipkan Allah SWT kepada kita yang mampu. Amin.

sumber : Baznas
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement