Selasa 10 Aug 2010 23:33 WIB

Nikmat Berbuka di Warteg Berkonsep Resto

Rep: ina febriani/ Red: irf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Jika Anda menyusuri Jalan Pesanggrahan-Ciputat, tak ada salahnya sesekali mencoba menu Restdoor. Restdoor apaan tuh? Ya, mungkin di antara kita banyak yang belum tau apa istilah Restdoor. Restdoor kepanjangan dari Restoran Dorong Rakyat.

Singkatnya, Restdoor adalah rumah makan lesehan yang didesain menjadi sebuah restoran. Restoran? Harga menu di rumah makan ini cukup merakyat. Mau tau kenapa? Ada dua menu besar, yaitu menu warteg dan menu restoran. Menu warteg yang seperti kita tahu, Restdoor menyediakan tempe oreg, oreg kentang, gorengan, perkedel, urap, tumis kankung, telor ceplok, kikil, bahkan terong.

Sedangkan menu restoran yang biasanya keren-keren, di sini juga disediakan. Di antaranya ada kwetiau, ayam bakar saus tiram, udang bakar saus tiram, cumi kecil saus tiram, udang kecil saus tiram, chicken katsu, dan banyak lagi.

Uniknya, menu-menu di rumah makan yang didesain oleh Feri Subiyanto ini dikelompokkan menjadi enam ‘menu dorong’. Yakni menu dorong ‘bronze lauk’ yang harganya berkisar antara Rp 500 sampai Rp 1000. Menu dorong ‘gold lauk’ yang harganya Rp 3000 sampai Rp 4000. Menu dorong ‘silver lauk’ Rp 2000.  Menu dorong ‘platinum lauk’ harganya Rp 5000 sampai Rp 10 ribu. Menu dorong ‘sehat’ yakni soto ayam dan ayam bakar non kolesterol. Terakhir, menu dorong ‘hemat’ terdiri atas nasi, satu menu ‘bronze lauk’ dan menu ‘silver lauk’ seharga Rp 5000!

Wah, kalau Rp 5000 saja kita bisa kenyang, bagaimana bulan Ramadhan nanti? Tak perlu cemas. Ternyata, Restdoor juga menyediakan paket buka puasa dan sahur. Pencetus ide sekaligus pemilik Restdoor, Feri Subiyanto menuturkan pada bulan puasa dirinya sudah mengonsep paket apa yang akan disajikan konsumen. Akhirnya, Feri memutuskan untuk memberikan beberapa paket yang bisa dipilih yaitu ayam bakar saus tiram, ayam kriwul dan ayam kremes.

Ada cerita unik mengapa rumah makan yang banyak difavoritkan mahasiswa dan mahasiswi Universitas Islam Negeri Jakarta ini menamakan rumah makan ini menjadi Restdoor. Awalnya, rumah makan itu sepakat diberi nama wardoor (warteg dorong). Namun, karyawan Feri yang kala itu masih sedikit menolak. "Biasa banget katanya kalau pake nama warteg. Udah banyak. Jadi kita sepakat Restdoor. Lebih keren," ungkap lelaki asal Brebes itu sumringah.

Restdoor memang punya kesan tersendiri di hati konsumennya. Setiap pembeli yang hadir, dimintai pendapat setelah mencoba menu dan pelayanan di ’restoran’ itu. Melihat pamflet berisikan pendapat para pembeli yang tergantung di sudut kanan restoran, mayoritas mereka puas dan memuji pelayanan Restdoor.

Harga memang murah, namun fasilitas tetap nomor satu bagi Restdoor. Ruang full AC, music, tv flat, bebas dinikmati konsumen. Ditambah duduk lesehan, satu dari mereka menuliskan ’makan di Restdoor kayak di rumah sendiri.’ Feri pun kini cukup puas atas jerih payahnya. "Alhamdulillah kalau konsumen puas dengan pelayanan disini," ucap lelaki yang pernah berjualan keliling air mineral itu.

Namun, berbicara mengenai visi Restdoor di tengah persaingan tempat makan yang kian pesat, Feri berujar bahwa visi Restdoor adalah untuk mendorong para karyawan agar mereka tak melulu menjadi karyawan, tapi bisa menjadi pimpinan. "Mereka (karyawan) dapat training motivasi sebulan sekali. Tujuannya agar mereka bisa lebih semangat kerja," tegasnya.

Namun demikian, usaha Feri tak selalu berjalan mulus. Pasti ada hambatan yang menimpanya, khususnya masalah modal. Feri pun mengakui modal awal Restdoor sebesar Rp 45 juta itu tak dari hasil menabung saja. Namun, ia juga mencari pinjaman ke beberapa sahabatnya.

"Kalau nggak ada modal buat ini itu, ya saya harus kreatif ajak kerjasama ke teman-teman yang beruang untuk bergabung dalam bisnis saya ini," jelasnya. Namun, walau terbentur masalah modal, Feri mantap menjawab bahwa modal tak selalu diukur dengan banyaknya uang. Lebih dari itu, modal bagi Feri ialah ide, kreativitas dan keberanian. 

Berkat kerja kerasnya, kini Restdoor sudah memiliki cabang di Pancoran. Tak hanya itu, Feri juga diminta untuk membuka cabang di delapan kampus besar daerah Medan. Omzetnya pun minimal Rp 1 juta sehari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement