Sabtu 24 Jul 2010 03:51 WIB

Class Action Warga Joglo Ditolak, TVRI Bangun Tower

Rep: abdullah sammy/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA— Rencana TVRI membangun tower dinilai telah sesuai dengan keputusan hukum yang tertuang dalam kasasi Mahkamah Agung No 408K/TUN/2009. Hal tersebut diungkapkan Direktur Teknik TVRI, Satya Sudhana dalam konferensi pers yang digelar di gedung TVRI Senayan, Jum’at (23/7).

”Dengan ketetapan hukum yang telah terutang dalam kasasi MA, maka tak ada alasan bagi kami untuk menunda pembangunan tower,” ujarnya. Dalam jumpa pers yang dihadiri sejumlah petinggi TVRI, turut dijelaskan pula kronologi pembangunan tower antena yang recananya berdiri di kawasan Joglo, Jakarta Barat. Rencana pembangunan telah dicanangkan sejak tahun 2004. Di tahun tersebut, TVRI telah membebaskan lahan seluas 4.271 meter persegi, yang kini menjadi lokasi pembangunan.

”Pada tahun 2007 pembangunan baru akan dimulai. Rencananya, tower akan dibangun setinggi 285 meter plus 15 meter antena. Jadi total tingginya sebesar 300 meter,” kata Satya. Di tahun itu pula lelang pembangunan dilakukan dan dimenangkan oleh perusahaan BUMN, PT Adi Karya. Namun, sejalan dengan keluarnya izin mendirikan bangunan (IMB), penolakan dari warga muncul. “Warga kemudian melakukan clash action terhadap rencana pembangunan itu,” kata Satya menjelaskan.

Alhasil, proses pembangunan tower dihentikan sampai terjadinya ketetapan hukum dari pengadilan. Awalnya, clas action warga ditolak. Namun, proses hukum terus berjalan hingga kasasi di MA. “Putusan hukum berujung di kasasi. Dalam putusan ini terungkap jika proses pembangunan tower tak ada yang salah. Inilah yang kemudian menjadi dasar kami untuk melanjutkan proses pemabangunan,” jelas Satya.

Menurutnya, sudah merupakan keharusan bagi TVRI untuk meneruskan pembangunan tower yang telah terbengkalai selama tiga tahun. Ini untuk mencegah kerugian yang dialami selama tersendatnya proyek pembangunan.

TVRI memutuskan kembali memulai pengerjaan proyek. Dalam proses pengerjaan, warga Joglo, khususnya di RT 006/002, kembali melakukan aksi penolakan. Warga bahkan menggelar aksi unjuk rasa unuk menggagalkan proses pembangunan.

Warga beralasan, pembangunan tower antena di sekitar pemkiman membahayakan kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Radiasi yang dihasilkan dari menara pemancar dihawatirkan mengancam kesehatan warga RT 006 Kelurahan Joglo.

Untuk meredakan petikaian yang terjadi , TVRI menggelar pertemuan dengan tokoh masyarakat, perwakilan RT 006, dan pemerintah Jakarta Barat. ”Pertemuan itu untuk menghasilkan titik temu masalah dan mencari solusi,” jelas Satya.

Diakuinya, sejumlah warga masih belum sepakat dengan pembangunan tersebut. ”Memang masih ada yang tidak setuju dan keberataan. Bagi pihak-pihak tersebut silahkan menempuh jalur yang sesuai. Jjangan melakukan aksi anarkis. Ya, kalau masih meragukan bukti-bukti yang kami miliki, tempuhlah jalur hukum,” ungkapnya.

Dia membantah, tower transmisi TVRI akan membahayakan bagi kesehatan warga. “Belum ada acuan khusus untuk mengukur kadar radiasi yang dihasilkan. Yang jelas, di wilayah itu juga banyak tower-tower TV lain Tapi selama ini tak ada masalah. Jadi silahkan dinilai sendiri,” kata Satya.

Sebaliknya, dia menilai, rencana TVRI membangun tower transmisi bukan semata-mata untuk mewujudkan tujuan perusahaan, melainkan unuk kepentingan masyarakat. “Selama ini TVRI menjadi garda untuk memfiltrasi budaya asing yang masuk. Tayangan TVRI sangat bermanfaat untuk memupuk rasa kebangsaan dan persatuan. Jadi dibangunnya menara transmisi sangat bermanfaa bagi mayarakat dan negara,” tuturnya.

Pembangunan menara TVRI di Joglo, Kembangan, Jakarta Barat ditolak warga Rt 06 dan Rt 17 Rw 002. Belasan ibu-ibu menutup Jalan Raya Joglo untuk menggelar aksi penolakkan pada Selasa, (20/7). Namun, puluhan petugas kepolisian berusaha menghentikan aksi tersebut.

Sempat terjadi saling dorong antara petugas dan ibu-ibu. Melihat hal tersebut, beberapa lelaki yang berada di sana ikut melakukan aksi dan dihadang polisi. Tak pelak, aksi saling dorong dan adu jotos pun tak bisa dihindari.

Mengomentari peristiwa tersebut, Satya mengaku prihatin. Menurutnya, aksi unjuk rasa diperbolehkan asalkan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. ”Inikan negara demokrasi, silahkan unjuk rasa, tapi sesuai koridor,” katanya

Sementara itu, tudingan warga yang menilai TVRI telah melakukan manipulasi tanda tangan warga, dibantah Satya. Dia mengungkapkan, pihaknya telah secara langsung mencapai kesepakatan dengan beberapa warga. ”Kalau ada yang bilang seperti itu, mari buktikan di hadapan hukum,” tutupnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement