Rabu 21 Jul 2010 05:04 WIB

Tiga Terdakwa Kasus Metro Tanah Abang Kompak tak Hadiri Sidang

Rep: Muhammad Fakhruddin/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sidang peradilan kasus runtuhnya Pasar Metro Tanah Abang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dihadiri oleh ketiga terdakwa. Majelis hakim terpaksa menunda persidangan hingga pekan depan dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) diminta untuk menghadirkan terdakwa.

Ketiga terdakwa seharusnya menjalani sidang terpisah, lantaran berkas perkara mereka tidak dijadikan satu. Mereka yang tidak hadir yakni, Direktur PT Cipta Jaya, Ir Eddy Susanto dengan nomor perkara 1153/Pid/B/2010/PN.Jak.Pus, Manajer PT Trimatra Jaya Persada, Ade Tofik dengan nomor perkara 1154/Pid/B/2010/PN.Jak.Pus, dan pekerja proyek Edwin A. Huway dengan nomor perkara 1155/Pid/2010/PN.Jak.Pus.

"Ini bagaimana jaksa, kok tidak bisa menghadirkan para terdakwa?" tanya Ketua Majelis Hakim, Dehel K Sandah, dalam pesidangan yang berlangsung singkat, Selasa (20/7).

Berkas perkara tiga tersangka kasus robohnya bangunan di Pasar Pusat Grosir Metro Tanah Abang, Jakarta Pusat, telah berada di tangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak Senin (12/7) lalu. Humas PN Jakarta Pusat, Sugeng Priyono, mengaku PN Jakpus telah memanggil ketiganya secara layak sejak Rabu (14/7) lalu. "Selebihnya itu tanggung jawab jaksa," ujarnya.

Diduga karena ketiga terdakwa tidak dipenjara maka JPU tidak bisa menghadirkan ketiga terdakwa tepat waktu. "Kami tidak tahu mengapa mereka tidak ditahan. Tugas kami hanya memeriksa dan mengadili," ujar Sugeng.

Sementara itu, JPU, Suroyo, mengaku belum bisa memanggil ketiga terdakwa lantaran surat pemberitahuan sidang dari pengadilan terlambat. "Suratnya baru datang Jumat, jadi belum bisa disampaikan ke terdakwa," kata Suryo.

Para terdakwa dijerat dengan pasal 359 dan 360 ayat 1 KUHP serta UU 28 tahun 2002 dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Mereka diduga lalai sehingga mengakibatkan pekerja bangunan dan pengunjung pasar tewas dan beberapa korban terluka, karena tertimpa konstruksi bangunan yang roboh.

Perlakukan khusus terhadap ketiga terdakwa, ini semakin mengesankan adanya ketidakterbukaan kepolisian dan kejaksaan yang menangani perkara tersebut. Terlebih, jumlah tersangka yang diadili akhirnya hanya sebanyak 3 orang.

Padahal, sejak kasus ini terjadi enam bulan lalu, enam orang sempat dimintai keterangan oleh penyidik Polda Metro Jaya, terkait insiden berdarah itu. Mereka adalah Y dari PT Rointa Eka Jaya (pemilik bangunan), AT dari PT Tri Manta Jaya Persada (konsultan pengawas bangunan), ES dari PT. Sesapto Eka Cipta Jaya (konsultan struktur bangunan), EH dari PT. Jaya Baja Prima Utama (kontraktor pelaksana). Selain itu ada YT dari Megatika Internasional (konsultan arsitek) dan EW Kasi P2B Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Namun, selama proses penyidikan tersangka berkurang menjadi empat orang. Kedua orang yang tidak menjadi tersangka yakni, EH adalah Direktur PT Jagat Baja Prima Utama dan EW sebagai petugas kasie Penertiban dan Pengawasan Bangunan (P2B) Kecamatan Tanah Abang. EH tidak jadi menjadi tersangka karena berdasarkan pemeriksaan ahli labfor, EH tidak terkait langsung dengan kelalaian pemasangan angkur dan baut penyebab runtuhnya bangunan tersebut. Sedangkan EW berdasarkan tugasnya hanya melakukan pengawas gedung maksimal dua lantai, sedangkan bangunan yang runtuh adalah lantai tiga.

Hingga akhirnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Boy Rafli Amar, mengumumkan, Polda Metro Jaya hanya menetapkan tiga tersangka, Yakni, Direktur PT Cipta Jaya, Ir Eddy Susanto, Manajer PT Trimatra Jaya Persada, Ade Tofik, dan pekerja proyek Edwin A. Huway. "Mereka dianggap terlibat langsung dalam pembangunan pasar, sehingga bangunan fungsional toilet runtuh," ujar Boy.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement