Senin 13 Feb 2023 16:30 WIB

Kena Maag Seperti Ardhito? Jangan Dibiarkan, Ini Risikonya

Musisi Ardhito Pramono mengalami serangan maag saat manggung pada akhir pekan lalu.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Penyanyi Ardhito Pramono melantunkan lagu dalam Berdendang Bergoyang Festival di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (29/10/2022). Ardhito mengaku sakit maag membuatnya jatuh pingsan pada Sabtu (11/2/2023) lalu.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Penyanyi Ardhito Pramono melantunkan lagu dalam Berdendang Bergoyang Festival di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (29/10/2022). Ardhito mengaku sakit maag membuatnya jatuh pingsan pada Sabtu (11/2/2023) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musisi Ardhito Pramono mengaku serangan maag membuatnya jatuh dan tak sadarakan diri di atas panggung di Medan, Sumatra Utara, Sabtu (11/2/2023). Menurutnya, makan tak teratur dan kurang istirahat menjadi pemicu kumatnya penyakit yang sudah cukup lama dideritanya itu.

Kata maag sebenarnya berasal dari bahasa Belanda yang berarti lambung. Namun, di tengah masyarakat Indonesia, istilah maag atau sakit maag sering kali digunakan ketika seseorang merasakan nyeri atau ketidaknyamanan di perut bagian atas.

Baca Juga

Dalam istilah kedokteran, sakit maag lebih dikenal sebagai dispepsia. Dispepsia umumnya memunculkan gejala seperti nyeri atau tidak nyaman di area perut atas, mudah kenyang, mual, serta muntah.

Melalui Journal of Clinical Gastroenterology, peneliti sekaligus ahli gastroenterologi Pantelis Oustamanolakis dan Jan Tack mengungkapkan bahwa dispepsia bisa dibagi ke dalam dua kategori, yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional.

 

Suatu kondisi bisa dikategorikan sebagai dispepsia organik bila pemeriksaan klinis dan laboratorium bisa mengidentifikasi akar masalah yang memicu timbulnya keluhan dispepsia. Sebaliknya, suatu kondisi dapat dikategorikan sebagai dispepsia fungsional bila serangkaian pemeriksaan tak menemukan adanya abnormalitas organik.

"Penyebab organik dari dispepsia adalah ulkus peptik, gastroesophageal reflux disease (GERD), kanker lambung atau esofagus, gangguan pankreas atau empedu, intoleransi terhadap makanan atau obat-obatan, serta penyakit menular atau sistemik lainnya," jelas Oustamanolakis dan Tack, seperti dilansir NCBI.

Di sisi lain, Mayo Clinic mengungkapkan bahwa penyebab pasti dari dispepsia fungsional tak diketahui. Oleh karenanya, diagnosis dispepsia fungsional kerap ditegakkan berdasarkan gejala.

Meski begitu, Mayo Clinic dan Healthline mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko atau memicu terjadinya dispepsia fungsional. Berikut ini adalah faktor-faktor tersebut:

1. Jenis kelamin wanita

2. Penggunaan obat pereda nyeri tanpa resep, seperti aspirin atau ibuprofen

3. Kebiasaan merokok

4. Kecemasan atau depresi

5. Infeksi kuman Helicobacter pylori (H pylori)

6. Stres

7. Pola makan dan gaya hidup

8. Efek samping dari obat antiperadangan non steroid (NSAID)

9. Sekresi asam lambung yang lebih banyak dari biasanya

10. Gangguan pada kemampuan lambung dalam mencerna makanan

Seperti dilansir Healthline, dispepsia umumnya tak memicu komplikasi berat. Akan tetapi, kemunculan gejala dispepsia yang berat atau menetap bisa membuat penderitanya kesulitan untuk makan. Kondisi ini dapat memicu terjadinya masalah kecukupan asupan gizi.

Beberapa masalah medis yang memicu dispepsia juga dapat memicu komplikasi yang lebih berat. Sebagai contoh, GERD dapat memunculkan komplikasi seperti striktur esofagus, stenosis pilorus, dan Barrett's esophagus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement