Komisi II: Beban Penyelenggara Pemilu Sudah Diantisipasi

Beban penyelenggara Pemilu 2019 sudah dievaluasi dan diantisipasi.

Jumat , 26 Nov 2021, 06:25 WIB
Beban penyelenggara Pemilu 2019 sudah dievaluasi dan antisipasinya akan terlaksana pada 2024 mendatang. Foto: Pencoblosan saat pemilu (ilustrasi).
Foto: republika
Beban penyelenggara Pemilu 2019 sudah dievaluasi dan antisipasinya akan terlaksana pada 2024 mendatang. Foto: Pencoblosan saat pemilu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menilai teknis dan manajemen atau tata kelola pemilu menjadi faktor penting kesuksesan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) serentak. Menurutnya, beban penyelenggara Pemilu 2019 sudah dievaluasi dan antisipasinya akan terlaksana pada 2024 mendatang.

"Ini sudah diantisipasi terkait beban, antisipasinya lewat mana, tentu lewat PKPU nanti. Jadi apa yang diperintahkan MK sebelumnya terkait dengan putusan yang awal, itu yang sudah berjalan," ujar Saan saat dihubungi, Kamis (25/11).

Baca Juga

DPR, kata Saan, juga sudah memilih salah satu dari enam rekomendasi yang diberikan MK terkait pemilu serentak. Rekomendasi yang dipilih adalah pemilihan umum lima kotak suara yang dilakukan sehari.

"MK kan sudah memberikan pilihan-pilihan di putusan awal sebelumnya, dan DPR dengan pemerintah kan memilih menggunakan lima kotak suara. Itu kan juga sudah sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh MK," ujar Saan.

Adapun revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk mengatur keserentakan, menurutnya, sudah tak dapat dilakukan sekarang. Pasalnya, tahapan Pemilu 2024 direncanakan akan dimulai pada Juni 2022.

"Karena misalnya untuk menyusun kembali mekanisme tata cara pemilu, itu kan tentu kita harus mengubah UU-nya. Nah sementara sudah disepakati UU Pemilu tidak mengalami perubahan, itu tidak terjadi dengan berbagai pertimbangan," ujar politikus Partai Nasdem itu.

MK telah menolak permohonan uji materi Pasal 167 ayat 3 dan Pasal 347 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait keserentakan pemungutan suara pemilu. Para pemohon gugatan ini pada dasarnya ingin pemilihan presiden/wakil presiden, anggota DPR RI, serta anggota DPD RI tidak dibarengi dengan pemilihan anggota DPRD provinsi maupun kabupaten/kota karena alasan beban kerja penyelenggara pemilu yang berat.

Pandangannya, beban kerja yang berat, tidak rasional, dan tidak manusiawi sebagaimana didalilkan para pemohon sangat berkaitan dengan manajemen pemilu yang merupakan bagian dari implementasi norma. MK menilai, hal tersebut berkaitan dengan teknis dan manajemen atau tata kelola pemilu yang menjadi faktor penting kesuksesan penyelenggaraan pemilu serentak.

Menurut MK, apapun pilihan model keserentakan yang dipilih oleh pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR, sangat tergantung pada manajemen pemilu yang didesain penyelenggara pemilu. Tentu dengan dukungan penuh dari pembentuk undang-undang beserta pemangku terkait.

MK menyatakan tidak memiliki kewenangan menentukan pilihan model pemilu serentak. Penentuan model pemilu serentak merupakan wewenang pembentuk undang-undang.