Jumat 19 Nov 2021 05:03 WIB

Kisah Bawang Goreng Kiai Ahmad Dahlan

KH Ahmad Dahlan mengawai persyarikatan Muhammadiyah dari hal sederhana saja.

KH Ahmad Dahlan dengan para santrinya di Langgar Kidul Muhammadiyah pada awal dekade 1900-an.
Foto: Gahetna.NL
KH Ahmad Dahlan dengan para santrinya di Langgar Kidul Muhammadiyah pada awal dekade 1900-an.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan Traveller.

Hari masih pagi, stasiun Lempuyangan di Yogyakarta belum terlalu ramai. Kuli-kuli angkut terlihat mulai mondar-mandir bersiap menanti kedatangan kereta pertama. 

Pria itu duduk di peron sambil mengamati lalu-lalang manusia. Keriuhan mulai menyapa seiring peluit panjang penanda kereta tiba.

Ditelitinya wajah-wajah penumpang yang nampak “asing”.  Satu dua didekatinya, disapa dengan ramah, dan ditanyakan maksud tujuannya datang ke Yogyakarta.

Bila didapatinya seseorang yang belum punya tempat yang dituju, ditawarkannya untuk mampir ke rumahnya, sekadar untuk membersihkan diri dan sarapan pagi.

Tidak setiap hari di rumahnya tersedia jamuan istimewa. Namun ia selalu meminta istrinya untuk menyediakan stok bawang goreng.  

Nasi berlauk bawang goreng disertai keramahan dan ketulusan, membuat si tamu merasa nyaman dan mendapat saudara di Yogyakarta.

Pria yang mencari musyafir untuk dijamu di rumahnya itu adalah KH Ahmad Dahlan. Baginya kedatangan tamu akan membawa keberkahan. Silaturahim yang terjalin akan memperpanjang umur, meluaskan rizki.

Tak hanya kisah bawang goreng, ada banyak kisah keseharian Kiai Dahlan yang menarik, namun tak terangkat ke permukaan. 

Baca juga : Pasar Dunia untuk Produk Halal Capai 7 Triliun Dolar AS

Bagi Kiai Dahlan, tak ada ayat yang hanya diajarkan di majelis-majelis ilmu tanpa implementasi nyata.Tindakan ini tentu kian menarik karena tak seperti pria Jawa pada umumnya yang hidup sezaman dengannya, ia berikan kesempatan seluas-luasnya pada istrinya untuk muncul dan bermanfaat bagi ummat.

Nyai Walidah, istrinya yang juga sepupunya,  adalah gadis “biasa” sebelum dinikahinya. Cantik, cerdas, sesuai standar saja. Namun dari hasil didikannya, Sang istri menjelma menjadi perempuan hebat.

Ia juga berikan kesempatan seluas-luasnya pada murid-murid perempuannya untuk belajar dan berkembang melintas zaman. 

Kamis lalu, 18 November, tepat 109 tahun lalu ia mendirikan organisasi Muhammadiyah. Berawal dari dari satu sekolah, kini berkembang menjadi lebih dari 10.381 sekolah. 365 ponpes, 364 RS/klinik, 384 panti asuhan, dan banyak lagi asset lainnya. Semua ini jelas tak pernah dia bayangkan.

Semua hal yang terkesan mustahil itu dihela Kiai Dahlan dari Langgar Kidul di depan rumah sederhananya di kampung Kauman Yogyakarta. Dari bangunan surau semi permanen terbuat dari kayu dan bambu yang mungil itulah ide besar yang diusungnya kini menyebar ke seluruh dunia. Tak terlintas dalam angannya. Mungkin itu sempat ada dalam bayangan, namun saat itu jelas merupakan sebatas impian. Ajaib!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement