Kamis 11 Nov 2021 12:52 WIB

Pungli, Sekda DIY: Tak Boleh Sekolah Bebani Masyarakat

Pembiayaan pendidikan terutama sekolah negeri sudah ditanggung oleh pemerintah.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Pungli di Sekolah (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO
Pungli di Sekolah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji menegaskan, praktik pungutan liar (pungli) jelas dilarang. Hal ini dikatakan mengingat masih maraknya pungli yang dilakukan oleh sekolah-sekolah di DIY.

"Saya kira tidak boleh sekolah membebani masyarakat," kata Aji di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (10/11).

Aji menyebut, pembiayaan pendidikan terutama sekolah negeri sudah ditanggung oleh pemerintah. Dengan begitu, sekolah tidak diperkenankan untuk memungut biaya tambahan dari murid maupun orang tua.

"Gedung tidak boleh ada biaya yang sudah dibiayai oleh (dana) BOS. Ini antar sekolah negeri dan swasta berbeda, karena sekolah negeri itu sudah pakai APBD (juga)," ujar Aji.

 

Aji juga menyayangkan masih adanya sekolah yang membebani siswa dan orang tua dengan mewajibkan pembelian seragam di sekolah. Termasuk menahan ijazah bagi siswa yang belum menyelesaikan pembayaran pembiayaan pendidikan.

"Apalagi saya mendengar ada yang menahan ijazah, tidak boleh itu," jelasnya.

Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) menyebut sebelumnya, praktik pungli masih terjadi di sekolah-sekolah yang ada di DIY. Bahkan, kasus penahanan ijazah juga masih marak terjadi.

Anggota AMPPY, Yuliani mengatakan, berdasarkan pengaduan yang diterima AMPPY, beberapa sekolah mewajibkan penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang maupun barang/jasa pada satuan pendidikan yang berasal dari siswa/orang tua. Hal tersebut, katanya, juga bersifat mengikat karena jumlah dan waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan.

Banyak orang tua murid yang merasa keberatan dan merasa tidak adil dengan kebijakan ini. Pasalnya, ada beberapa sekolah yang mewajibkan pungutan dengan jumlah dan penggunaannya tidak sesuai kebutuhan, serta dinilai mengada-ada.

"Pungutan tersebut jelas melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa pungutan tidak diperbolehkan pada satuan pendidikan dasar atau dari peserta didik atau orangtua/wali murid yang tidak mampu secara ekonomi," kata Yuliani.

Terkait dengan penahanan ijazah, beberapa kasus yang ditemukan AMPPY dikarenakan pembayaran yang belum dapat dipenuhi oleh siswa atau orang tua. Padahal, ijazah merupakan dokumen resmi yang diterbitkan sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar atau penyelesaian pada suatu jenjang pendidikan setelah lulus dari satuan pendidikan.

Selain itu, pihaknya juga menemukan adanya dugaan sejumlah sekolah mewajibkan orang tua untuk membeli seragam di sekolah. Hal tersebut dilakukan langsung oleh sekolah ataupun melalui pihak–pihak lain terkait.

AMPPY menilai tindakan pungli, penahanan ijazah hingga penjualan seragam oleh sekolah bertentangan dengan norma dan kebijakan yang ada. "Sehingga, menimbulkan kegagalan dalam melakukan implementasi norma dan kebijakan, serta menimbulkan dugaan maladministrasi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement