Jumat 18 Jun 2021 18:56 WIB

Misteri Penggagas TWK KPK yang tak Dijawab Nurul Ghufron

Komnas HAM menyebut Nurul Ghufron tak bisa menjawab pertanyaan siapa penggagas TWK.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan) menyampaikan keterangan pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (17/6). Komisi Pemberantasan Korupsi memenuhi panggilan Komnas HAM yang diwakili Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron untuk dimintai keterangan terkait  dugaan pelanggaran HAM atas penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat proses alih status menjadi aparatur sipil Negara. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kanan) menyampaikan keterangan pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (17/6). Komisi Pemberantasan Korupsi memenuhi panggilan Komnas HAM yang diwakili Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran HAM atas penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat proses alih status menjadi aparatur sipil Negara. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah

Pimpinan KPK memenuhi panggilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Kamis (17/6) hari ini terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK untuk beralih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Kehadiran ini merupakan pemanggilan kedua, lantaran sebelumnya pada Selasa (8/6) lalu, pimpinan KPK tidak memenuhi panggilan dari panggilan Komnas HAM.

Baca Juga

Komnas HAM menyebut ada sejumlah pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Ghufron terkait pelaksanaan asesmen TWK. Menurut Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam, pertanyaan yang tidak bisa dijawab Ghufron, termasuk mengapa memilih TWK sebagai salah satu syarat alih status ASN pegawai KPK.

"Kenapa yang digunakan juga adalah tes wawancara kebangsaan yang tadi dijelaskan Pak Nurul Ghufron dan Pak Nurul Ghufron ini juga tidak bisa jawab karena KPK tidak tahu katanya itu lininya BKN (Badan Kepegawaian Negara)," kata Anam, Kamis (17/6).

Setidaknya, ada tiga klaster pertanyaan yang disebut Anam tak bisa dijawab oleh Ghufron. Pertama, mengenai pengambilan kebijakan di level apakah itu keputusan bersama pimpinan KPK atau tidak.

"Makanya itu harus (dijawab) orang-orang tersebut yang terkait dalam konstruksi peristiwa itu," tegasnya.

Ghufron juga disebut tak bisa menjawab pertanyaan soal siapa yang mewarnai proses tersebut. Terakhir, Ghufron juga tidak bisa menjawab siapa yang pertama kali punya ide penggunaan TWK dalam alih status pegawainya.

"Karena bukan beliau (yang mengeluarkan ide itu) dan beliau juga tidak bisa menjawab," ungkapnya.

Sehingga, dirinya berharap pimpinan KPK lainnya bisa memberikan keterangan meski Komnas HAM tidak akan melakukan pemanggilan kembali. Menurutnya, meski kerja pimpinan KPK kolektif kolegial namun masing-masing mempunyai peranan.

"Memang ada beberapa konstruksi pertanyaan yang bukan wilayah kolektif kolegial tapi wilayah yang sifatnya kontribusi para pimpinan per individu. Sehingga tadi ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Pak Ghufron karena Itu pimpinan yang lain," jelas Anam.

"Oleh karenanya kami memberikan kesempatan kepada pimpinan yang lain untuk datang ke Komnas HAM untuk memberikan klarifikasi," kata Anam, menambahkan.

Pihak KPK menyatakan cukup satu pimpinan yang menemui pihak Komnas HAM. KPK memandang, kedatangan Ghufron ke Komnas HAM bisa menjelaskan sesuai dengan yang dibutuhkan Komnas HAM.

"Kan kami sudah jelaskan, bahwa KPK ini kolektif kolegial. Artinya cukup dengan satu (Nurul Ghufron) itu saya kira cukup untuk kebutuhan informasi dan data yang dibutuhkan oleh Komnas HAM," tutur Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (18/6).

"Jadi kami berharap tentunya bahwa dengan penjelasan tadi Pak Ghufron datang. Selain itu, kami juga memberikan penjelasan secara tertulis dan rinci, lengkap. Saya kira kami berharap Komnas HAM juga mempelajari secara lengkap apa yang telah kami sampaikan secara tertulis itu dulu," ujar Ali, menambahkan.

In Picture: Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Penuhi Panggilan Komnas HAM

photo
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron berjalan meninggalkan Gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (17/6). Komisi Pemberantasan Korupsi memenuhi panggilan Komnas HAM yang diwakili Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran HAM atas penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat proses alih status menjadi Aparatur Sipil Negara. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

 

 

Bantahan Ghufron

Sehari setelah memenuhi panggilan Komnas HAM, Nurul Ghufron, membantah pernyataan Choirul Anam, yang menyebut dirinya tidak mengetahui pencetus TWK sebagai proses alih status pegawai KPK.

"Perlu saya klarifikasi bahwa tidak benar pernyataan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam yang menyatakan saya tidak tahu siapa yang menggagas ide TWK," ujar Ghufron melalui keterangan tertulis, Jumat (18/6).

Ghufron mengaku sudah memberikan penjelasan terkait TWK kepada Komnas HAM. Kepada Komnas HAM, Ghufron menyampaikan ide TWK bermula saat pertemuan antara KPK dan pihak terkait pada 9 Oktober 2020.

Menurut Ghufron, pada saat itu sudah dibahas mengenai pemenuhan syarat kesetiaan terhadap Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan pemerintahan yang sah apakah cukup dengan penandatanganan pakta integritas saja atau tidak.

"Dari diskusi tersebut terus berkembang dan bersepakat mengacu pada peraturan yang berlaku yaitu untuk menjadi ASN ada Tes Kompetensi Dasar dan Tes Kompetensi Bidang," jelasnya.

Ia menjelaskan, tes kompetensi dasar meliputi tiga aspek yakni tes inteligensi umum (TIU), tes karakteristik pribadi (TKP), dan tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Dan hal tersebut kemudian disepakati dalam draf Rancangan Perkom KPK pada tanggal 21 Januari 2021 yang disampaikan ke Kemenkumham untuk diharmonisasi. Draf disepakati dan ditandatangani oleh pimpinan KPK setelah dirapatkan bersama segenap struktural KPK," tuturnya.

Menurut Ghufron, pegawai KPK tidak menjalani TIU karena sudah dites saat proses rekrutmen baik sebagai pegawai tetap maupun tidak tetap. Sama halnya dengan tes kompetensi bidang yang tidak diperlukan lagi karena pegawai KPK sudah mumpuni dalam pekerjaannya memberantas korupsi.

"Yang belum adalah tes wawasan kebangsaannya sebagai alat ukur pemenuhan syarat bukti kesetiaan terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan pemerintah yang sah," terang dia.

Ia memastikan, pelaksanaan TWK sudah sesuai peraturan yang berlaku, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 dan Perkom Nomor 1 Tahun 2021.

"Syarat dalam PP 41/2020 ini sama dengan syarat menjadi ASN dalam UU 5/2014 tentang ASN Pasal 3, 4, 5 dan 66. Di samping UU ASN Pasal 62 ayat (2) dan juga dimandatkan dalam   PP 11 tahun 2017 Pasal 26 ayat (4) tentang TWK," tegasnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga, Nurul Ghufron mengetahui siapa penggagas TWK. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menduga Ghufron menutupi hal tersebut guna melindungi Ketua KPK Firli Bahuri yang merupaka pencetusnya.

"ICW mempertanyakan ketidaktahuan Nurul Ghufron saat ditanya oleh Komnas HAM perihal penggagas Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Betapa tidak, Nurul Ghufron adalah satu diantara lima Komisioner KPK yang pada akhirnya sepakat untuk menyelundupkan TWK dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021," tutur Kurnia kepada Republika, Jumat (18/6).

"Maka dari itu, ICW meyakini bahwa Nurul Ghufron bukan tidak tahu, melainkan berusaha menutupi atau mungkin takut menyebutkan bahwa Firli Bahuri adalah figur yang menggagas TWK untuk seluruh pegawai KPK, " tambah Kurnia.

Selain itu, ICW mendesak agar empat orang komisioner lain (Firli Bahuri, Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar) serta Sekjen KPK untuk berani memenuhi panggilan Komnas HAM. "Jangan terus menerus bersembunyi di balik permasalahan ini, " tegas Kurnia.

photo
Pimpinan KPK, KemenpanRB dan BKN memutuskan memecat 51 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) - (Republika.co.id.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement