Senin 14 Jun 2021 21:47 WIB

Sejumlah Guru Besar Dorong Upaya Paksa Terhadap Pimpinan KPK

Komnas HAM diminta menggunakan kewenangan pemanggilan paksa terhadap Firli dkk.

Rep: Dian Fath Risalah, Haura Hafizhah/ Red: Andri Saubani
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan konferensi pers usai melantik pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/6). KPK resmi melantik 1.271 pegawai yang telah lulus Tes Wawasan Kebangsaan menjadi ASN berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan konferensi pers usai melantik pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/6). KPK resmi melantik 1.271 pegawai yang telah lulus Tes Wawasan Kebangsaan menjadi ASN berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -  Sejumlah guru besar antikorupsi menyambangi Gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Senin (14/6). Kedatangan para guru besar ini untuk mendorong Komnas HAM agar melakukan upaya paksa untuk menghadirkan Firli Bahuri dkk.

Sedianya pimpinan KPK dijadwalkan pemanggilannya oleh Komnas HAM pada Selasa (8/6) pekan lalu. Menurut para guru besar,  kehadiran pimpinan KPK merupakan hal penting untuk membuka tabir, polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap para pegawai KPK, karena 75 pegawai KPK yang gagal TWK menduga terdapat pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.

Baca Juga

"Jadi tadi itu Prof Susi dari Unpad bahkan, memberikan dorongan kepada Komnas HAM saya paham kata beliau memang Komnas HAM kalau misalnya para pihak yang dimintai keterangan dan juga tidak bersedia hadir sebenarnya ada upaya paksa melalui pengadilan yang bisa dilakukan," kata pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti di kantor Komnas HAM, Jakarta , Senin (14/6).

"Tadi Prof Susi memberikan agak detail soal apa yang bisa dilakukan kalau misalnya ada pihak-pihak tidak bersedia hadir. Sehingga kalau diperlukan bisa dilakukan gitu. Jadi tidak ada keraguan," sambungnya.

 

Selain Prof Susi Dwi Harijanti, hadir juga Prof Sigit Riyanto, Prof Supriadi Rustad, Prof Atip Latipulhayat, Prof Sukron Kamil, Prof Ruswiati Suryasaputra, Prof Hariadi Kartodihardjo, dan Prof Azyumardi Azra,

"Selaku pejabat publik yang terikat dengan etika bernegara, Guru Besar Antikorupsi mendesak agar Pimpinan KPK berani untuk memenuhi panggilan kedua Komnas HAM pada esok hari," kata salah satu perwakilan Koalisi Guru Besar Antikorupsi sekaligus Guru Besar UIN Azra dalam keterangannya, Senin (14/6).

Kemudian, ia melanjutkan terkait dengan TWK sendiri, sudah secara terang benderang kalau secara formalitas kegiatan itu mempunyai permasalahan serius. Bagaimana tidak, penyelenggaraan TWK hanya mendasarkan pada regulasi internal KPK, sedangkan pada waktu yang sama Undang-Undang KPK maupun Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 nihil menyinggung terkait tes atau asesmen. Jadi, secara sederhana mesti dikatakan bahwa penyelenggaraan TWK bermasalah secara hukum.

Ia menambahkan substansi pertanyaan yang diberikan kepada seluruh pegawai KPK jelas melanggar hak asasi manusia. Maka dari itu, Guru Besar Antikorupsi memberikan masukan dan dukungan bagi Komnas HAM yang sedang melakukan penyelidikan untuk dapat mengusut tuntas skandal ini.

"Kami tegaskan Komnas HAM memiliki kewenangan secara hukum untuk menelusuri lebih lanjut problematika TWK dari sudut pandang pelanggaran HAM," kata Azyumardi.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan masih menunggu pimpinan KPK untuk hadir pada pemanggilan kedua yang diagendakan pada Selasa (15/6). Komnas HAM juga mengagendakan beberapa pihak yang terlibat dalam pelaksanaan TWK pegawai KPK.

"Besok masih ada panggilan kedua bagi KPK, besok juga ada beberapa pihak yang akan dipanggil kembali untuk memperdalam," ucap Anam.

Menurut Anam, semakin banyak pihak yang memberikan keterangan akan menambah informasi terkait dugaan pelanggaran HAM pelaksanaan TWK yang merupakan syarat alih status pegawai menjadi ASN. Terlebih, keterangan pimpinan KPK merupakan hal terpenting untuk mengonfirmasi sejumlah data-data yang dikumpulkan.

"Mulai besok sampai Kamis ada pemeriksaan, ada agenda pemeriksaan untuk berbagai pihak," kata Anam.

Anam tak memungkiri, upaya paksa bagi Komnas HAM memang diatur dalam Undang-Undang. Menurutnya, Komnas HAM harus terlebih dahulu meminta Pengadilan untuk memangil paksa.

"Secara hukum dan kewenangan di Undang-Undang sudah diatur istilah soal panggilan paksa memang prosedurnya harus melibatkan pengadilan negri.

"Apakah kita akan menggunakan kewenagan itu atau tidak, sampai sekarang menganggap kolega kolega kami di KPK berniat baik untuk datang," tegas Anam.

KPK masih belum memastikan kapan memenuhi panggilan Komnas HAM pada Selasa (14/6). Pemanggilan dilakukan guna meminta keterangan dari pimpinan lembaga antirasuah terkait proses pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Kami memang sudah menerima surat tersebut dan sedang mempelajari untuk memastikan apakah KPK akan menyampaikan untuk mendapatkan informasi terkait apa yang diduga dilanggar KPK berdasarkan laporan ke Komnas HAM," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar di Jakarta, Senin (14/6).

 

photo
Pimpinan KPK, KemenpanRB dan BKN memutuskan memecat 51 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) - (Republika.co.id.)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement