Rabu 03 Mar 2021 11:07 WIB

Fraksi PAN: Biro Hukum Kepresiden Kurang Peka

Semestinya draft perpres terkait investasi miras tidak perlu dilanjutkan.

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay menyebut wajar ada spekulasi biro hukum kepresidenan kurang peka. Foto Saleh Daulay (ilustrasi).
Foto: RepublikaTV/Fian Firatmaja
Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay menyebut wajar ada spekulasi biro hukum kepresidenan kurang peka. Foto Saleh Daulay (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PAN DPR, Saleh Partaonan Daulay wajar jika ada spekulasi biro hukum kepresidenan kurang peka terhadap situasi sosial, politik, budaya, dan keagamaan di tengah masyarakat. Jika ada kepekaan, perpres seperti ini tidak perlu dimajukan ke meja presiden.

"Adalah fakta bahwa ini bukan kali pertama presiden mencabut atau merevisi perpres yang dikeluarkan. Wajar jika ada spekulasi di masyarakat yang menyatakan bahwa biro hukum kepresidenan kurang peka,” kata Saleh dalam keterangan persnya, Selasa (2/3).

Baca Juga

Dijelaskan Saleh, tentu presiden memiliki biro hukum dan ahli hukum yang merumuskan Perpres 10 tahun 2021. Semestinya sudah ada kajian sosiologis, filosofis, dan yuridis sebelum diajukan ke presiden. Karena,  sebagai sebuah payung hukum, perpres mengikat semua pihak. Dengan begitu, lanjutnya, jika ada sekelompok masyarakat yang secara sosiologis merasa dirugikan, draft perpres tersebut tidak perlu dilanjutkan.

"Kalau begini, kan bisa jadi orang menganggap bahwa perpres itu dari presiden. Padahal, kajian dan legal draftingnya pasti bukan presiden. Ini yang menurut saya perlu diperbaiki di pusaran tim kepresidenan,” papar Saleh, yang juga anggota Komisi IX DPR tersebut.

Saleh mengapresiasi langkah presiden yang mencabut dan membatalkan lampiran perpres berkenaan dengan izin investasi Miras. Ini adalah langkah konkrit yang diambil presiden dalam meredam perdebatan dan polemik yang muncul di tengah masyarakat beberapa hari belakangan ini.

"Semoga, peredaran miras di Indonesia bisa diminimalisasi dan dikendalikan secara baik,” kata anggota DPR dari daerah pemilihan Sumut II tersebut.

Baca juga : Benarkah Kemenag Larang Penggunaan Bahasa Arab?

Menurut Saleh, Presiden mendengar suara-suara masyarakat. Tentu  keputusan ini diambil setelah banyak juga pertimbangan dan masukan yang sudah didengar Presiden.

Sejauh ini, kata Saleh, pencabutan lampiran perpres tersebut sudah sangat baik. Apalagi, presiden menyebutkan bahwa alasan pencabutan itu setelah mendengar masukan ormas keagamaan, tokoh masyarakat, dan tokoh-tokoh daerah. "Dengan begitu, polemik bahwa pemerintah akan membuka ruang besar bagi investasi minuman keras dengan sendirinya terbantahka,” kata Saleh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement