Rabu 23 Sep 2020 20:55 WIB

Tawa JAM Pidsus Terkait Nama Burhanuddin di Dakwaan Pinangki

Dalam dakwaan jaksa Pinangki, disebut nama Burhanuddin terkait perkara Djoko Tjandra.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono tertawa dan tangannya menunjuk-nunjuk saat Republika mengajukan pertanyaan, apakah nama Burhanuddin, yang tercantum dalam dakwaan jaksa Pinangki Sirna Malasari adalah Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Berjalan memasuki mobil dinasnya, Ali terkekeh menjawab pertanyaan tersebut.

Baca Juga

“Tunggu persidangan ya,” kata Ali, saat dicegat di Gedung Pidsus, Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jakarta, Rabu (23/9) malam.

Sebelum masuk ke mobil untuk pulang, pertanyaan masih berlanjut. Jika Burhanuddin yang terangkum dalam dakwaan Pinangki tersebut mengacu pada Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, mengapa nama depan pemimpin Korps Adhyaksa, tak dituliskan? Ali menjelaskan, itu menjadi kewenangan jaksa penuntutan.

 

Loh, itukan jaksanya. Tergantung inisial yang bikin. Yang bikin begitu mau diapain?” kata Ali.

Seusai gelar perkara bersama dengan Komisi Pemberantaran Korupsi (KPK) di Gedung Bundar, pada Selasa (8/9), Ali Mukartono, pernah mengungkapkan, penyidikan skandal fatwa bebas Djoko Tjandra, tak bakal menutupi satu pun nama-nama yang diduga terserempet. Bahkan kata Ali, jika nama-nama tersebut menyangkut para petinggi di Kejakgung.

Ali mengaku, tak kuasa menutupi terungkapnya nama-nama pejabat tinggi Kejakgung, dari hasil penyidikan yang dilakukan timnya di JAM Pidsus. Karena itu, dia menegaskan, bakal ada nama-nama yang kerap dituding diduga terlibat, masuk ke dalam berkas perkara, dan lembar dakwaan terhadap tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari.

“Soal yang ditanyakan itu, ada dibahas (dalam gelar perkara bersama KPK). Itu (nama Jaksa Agung) ada keluar, entah BAP (berkas acara pemeriksaan), entah apa,” kata Ali, Selasa (8/9).

Ali pun saat itu memastikan, nama yang dimaksud tersebut, bakal terkuak dalam persidangan. “Nanti di persidangan, akan muncul itu (nama Jaksa Agung),” terang Ali menambahkan.

Dalam pertanyaan serupa terkait dengan Jaksa Agung, dan dugaan keterlibatan Hakim Agung di MA, Ali pun menerangkan, bahwa objek penyidikan skandal hukum tersebut, dipastikan tentang pengajuan fatwa MA untuk Djoko Tjandra, dapat lepas dari vonis 2009.

In Picture: Sidang Perdana Jaksa Pinangki di Pengadilan Tipikor

photo
Terdakwa kasus suap pengurusan pengajuan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk membebaskan Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari, mengikuti sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (23/9). - (MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA )

Pernyataan Ali itu, pun sebagian terbukti. Pada sidang perdana terdakwa jaksa Pinangki di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/9), ada terungkap dua nama identik dengan Jaksa Agung, dan Hakim MA. Dua nama itu, yakni Burhanuddin, dan Hatta Ali. Nama terakhir, adalah mantan Ketua MA yang pensiun pada 7 April 2020 lalu.

Dua nama itu, terungkap dalam dakwaan, terkait pembeberan rencana aksi (action plan) Pinangki, bersama tersangka Andi Irfan Jaya, dalam penawaran proposal pembebesan Djoko Tjandra via fatwa MA.

Proposal berjudul action plan tersebut, diajukan Pinangki, dan dijelaskan Andi Irfan kepada Djoko Tjandra dengan penawaran senilai 100 juta dolar AS (atau sekitar Rp 1,5 triliun).

Penawaran proposal itu, diajukan Pinangki, dan Andi Irfan, pada November 2019. Namun, negosiasi di antara ketiganya, menghasilkan kepastian nilai proposal di angka 10 juta dolar, atau sekitar Rp 150 miliar.

Di persidangan, terungkap ada 10 tahap proses action plan tersebut. Di beberapa tahap itulah, nama Burhanuddin, dan Hatta Ali tersingkap.

Jaksa Penuntut Umum (JAP) Kiemas Roni menerangkan, dalam dakwaan Pinangki, tahapan kesatu, dengan penandatanganan security deposit (akta kuasa jual).

“Yang dimaksud oleh terdakwa (Pinangki), sebagai jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra, tidak terealisasi,” begitu terang JPU Roni.

Dijelaskan Roni, action plan tahap pertama itu, mengestimasi waktu pelaksanaannya 13-23 Februari 2020. “Penanggung jawab action ini, adalah Djoko Tjandra, dan Andi Irfan,” begitu isi dakwaan Pinangki.

Nama Burhanuddin, disebutkan dalam tahap kedua action plan. Dibacakan JPU, tahap kedua yakni pengiriman surat dari pengacara Djoko Tjandra, Anita Dewi Kolopaking kepada Burhanuddin, yang disebut sebagai Pejabat Kejaksaan Agung (Kejakgung).

“Yang dimaksud oleh terdakwa, sebagai surat permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA), dari pengacara kepada Kejaksaan Agung untuk diteruskan kepada MA,” begitu kata Jaksa Roni.

Dijelaskan dalam dakwaan, penanggung jawab tahap kedua action plan tersebut, yakni Andi Irfan, dan Anita Kolopaking. Sedangkan Hatta Ali, disebut dalam action plan ketiga.

Diterangkan Roni, pada tahap itu, Burhanuddin, sebagai pejabat di Kejakgung mengirimkan surat kepada Hatta Ali yang disebut sebagai pejabat di Mahkamah Agung.

“Action yang ketiga, adalah BR (Burhanuddin/Pejabat Kejaksaan Agung) mengirimkan surat kepada HA (Hatta Ali/Pejabat MA),” begitu penjelasan jaksa.

Estimasi waktu tahap ketiga, direncanakan pada 26 Februari-1 Maret 2020. Penanggungjawab tahap ketiga tersebut, adalah Pinangki, dan Andi Irfan.  

Pada tahap keempat action plan, yaitu berupa pembayaran 25 persen konsultan fee, atau senilai 250 ribu dolar AS dari sisa pembayaran 500 ribu dolar AS sebagai panjar atas tugas Pinangki, dan Andi Irfan. Jadwal pembayaran tersebut, dalam action plan disebutkan pada 1 sampai 5 Maret 2020. Dan Djoko Tjandra sebagai penanggungjawab pembayaran tersebut.

Nama Hatta Ali, dan Burhanuddin kembali disebut dalam action plan tahap keenam. Dalam dakwaannya, Jaksa Roni menerangkan, tahap keenam berupa respons pejabat MA, atas surat dari Burhanuddin si pejabat di Kejakgung.

“Adalah Hatta Ali/Pejabat MA) menjawab surat BR (Burhandduin/Pejabat Kejakgung),” begitu terang jaksa.

Dalam tahap keenam tersebut, tercantum inisial DK, yang diterangkan dakwaan dalam huruf kapital, sebagai pihak yang belum diketahui. Tetapi inisial DK disebut sebagai penanggung jawab tahap keenam action plan. DK, disebutkan bersama Hatta Ali, dan Anita Kolopaking penanggung jawab pada tahap keenam tersebut, dengan estimasi pelaksanaan pada 6 sampai 16 Maret 2020.

Di tahap ketujuh, action plan kembali menyebutkan Burhanuddin, dan Hatta Ali. Dikatakan, pada tahap tersebut, Burhanuddin, akan menerbitkan instruksi terkait surat balasan Hatta Ali, sebagai sambungan dari tahap ketiga, dan tahap keenam.

“Yang dimaksudkan terdakwa (Pinangki), adalah Kejaksaan Agung menginstruksikan kepada bawahannya, untuk melaksanakan fatwa Mahkamah Agung,” begitu kata JPU Roni.

Jaksa melanjutkan, estimasi pelaksanaan instruksi tersebut, pada 6-16 Maret 2020 dengan penanggung jawab, yaitu IF yang juga belum diketahui identitiasnya. Pada tahap kedelapan dari action plan tersebut, disebutkan sebagai fase pencairan security deposit yang besarannya disepakati 10 juta dolar 9Rp 150 miliar).

“Yang dimaksud terdakwa (Pinangki), adalah Djoko Tjandra akan membayarkan sejumlah uang tersebut (10 juta dolar), apabila action plan tahap kedua, tahap ketiga, dan tahap keenam, serta tahap ketujuh berhasil dilaksanakan,” terang JPU Roni.

Penanggungjawab action plan tahap kedelapan tersebut, yakni Djoko Tjandra, yang akan dilaksanakan pada 26 Maret sampai 5 April 2020.

Selanjutnya pada tahap kesembilan action plan, Djoko Tjandra harus dipastikan dapat masuk ke Indonesia.

“Yang dimaksudkan terdakwa (Pinangki), adalah Djoko Tjandra kembali ke Indonesia, tanpa menjalani eksekusi pidana penjara dua tahun, berdasarkan putusan PK 2/11 Juni 2009,” begitu terang Jaksa Roni.

Penanggung jawab tahap kesembilan tersebut, yakni Andi Irfan, dan Pinangki yang pelaksanaannya direncanakan pada April sampai Mei 2020.  Terakhir, pada tahap ke-10, pembayaran konsultan fee 25 persen kepada Pinangki, senilai 250 ribu dolar AS sisa panjar yang harus dibayarkan Djoko Tjandra dalam peran pengurusan fatwa ke MA.

Pelunasan uang tersebut, direncanakan pada Mei-Juni 2020 setelah Djoko Tjandra tiba di Indonesia. Penanggungjawab tahap terakhir tersebut, yakni Djoko Tjandra.

Akan tetapi, diterangkan JPU, seluruh tahapan action plan tersebut, tak ada yang berjalan. Dalam dakwaan, Jaksa Roni menyampaikan, Djoko Tjandra membatalkan seluruh rencana proposal action plan ajuan Pinangki, dan Andi Irfan tersebut.

Action plan tersebut, tidak ada satupun yang terlaksana,” kata JPU Roni.

Akan tetapi, Djoko Tjandra dikatakan sudah memberikan panjar sejumlah 500 ribu dolar (Rp 7,5 miliar) kepada Pinangki pada Desember 2019 melalui Andi Irfan. Sebagian dari uang panjar tersebut, 50 ribu dolar (Rp 700 juta) di antaranya, masuk ke kantong Anita Kolopaking.

Soal adanya nama Burhanuddin dalam dakwaan tersebut, sampai Rabu (23/9) sore tak ada tanggapan resmi dari Kejakgung. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono, tak menjawab pertanyaan tentang apakah Burhanuddin dalam action plan yang dimaksud, yakni Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Sedangkan Hatta Ali, lewat pesan singkat kepada Republika menegaskan, tak pernah kenal dengan Pinangki, maupun Andi Irfan. “Saya tidak pernah kenal yang namanya Jaksa Pinangki, maupun Andi Irfan yang dikatakan dari Partai Nasdem itu,” kata Ali.

photo
Action Plan Bebaskan Djoko Tjandra Lewat Fatwa MA - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement