Senin 06 Jul 2020 00:51 WIB

TII: Partai Politik Harus Ngawasi Wakilnya di Birokrasi

Partai politik merupakan aktor sentral dalam mengimplementasikan janji politik Jokowi

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Muhammad Fakhruddin
TII: Partai Politik Harus Ngawasi Wakilnya di Birokrasi (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
TII: Partai Politik Harus Ngawasi Wakilnya di Birokrasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII), Arfianto Purbolaksono menilai reshuffle kabinet diprediksi tidak akan membawa perubahan yang signifikan. Bahkan, hal itu hanya menunjukkan kegagalan koalisi partai politik dalam mewujudkan pemerintahan yang efektif.

Menurutnya, partai politik seharusnya tidak hanya berperan pada saat pemilihan umum saja, tetapi juga pascapemilu bekerja secara berkesinambungan. Bagi koalisi partai politik yang menguasai pemerintahan, seharusnya mereka dapat bekerja mengefektifkan pemerintahan.

"Partai politik merupakan aktor sentral dalam mengimplementasikan janji-janji kampanye dalam bentuk kebijakan yang dikeluarkan Pemerintahan Jokowi jilid II ini," ujar Arfianto lewat keterangan tertulisnya, Ahad (5/7).

Guna mengimplementasikan kebijakan, partai politik juga perlu melakukan kontrol terhadap birokrasi. Terutama terhadap wakilnya yang duduk di pemerintahan.

Fungsi ini terkait juga dengan peran partai dalam pemerintahan. Peran partai yang bertanggung jawab terhadap kebijakan yang diambil pemerintah.

"Oleh karena itu, seluruh partai koalisi harus bertanggung jawab atas ketidakefektifan kebijakan pemerintah yang terjadi dan mendorong kebijakan yang relevan dan kontekstual lewat proses kebijakan yang akuntabel dan transparan," ujar Arfianto.

Ia tak ingin, partai koalisi pemerintahan justru meributkan masalah di kabinetnya. Ketimbang membenahi permasalahan dan menjaga komitmennya dalam menjalankan fungsinya sebagai bagian dari pemerintah.

"Jangan sampai malah di tengah masalah kebijakan, partai politik malahan ribut sendiri demi memperebutkan atau menambah kursi menteri," ujar Arfianto.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai mengeluarkan wacana reshuffle atau perombakan kabinet. Ancaman reshuffle ditujukan kepada menteri-menteri yang dianggap tidak bisa bekerja cepat dan extraordinary dalam penanganan pandemi Covid-19. Penanganan yang dimaksud tak hanya dari aspek kesehatan, namun juga kaitannya dalam perekonomian, dan penyaluran bantuan sosial.

Tak hanya merombak kabinet, Jokowi juga menyatakan kemungkinan adanya pembubaran lembaga. Namun ia tak menjelaskan lembaga seperti apa yang berpotensi untuk dibubarkan. Pernyataan Jokowi soal perombakan kabinet ini disampaikan dalam sambutan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Kamis (18/6) lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement