JAKARTA -- Lembaga riset ekonomi syariah, Center for Islamic Economic Research and Application (CIERA) menyatakan, pengembangan bisnis asuransi syariah sepanjang tahun lalu tidak mengambil pasar asuransi konvensional, melainkan pasar baru.
Hal itu didasarkan pada hasil penelitian lembaga itu di berbagai perusahaan, divisi, dan cabang asuransi syariah tahun lalu. ''Pengembangan bisnis asuransi syariah itu tidak mengambil pasar asuransi konvensional, tapi pasar baru,'' ujar Direktur Eksekutif CIERA, Afrizon kepada Republika, Kamis, (26/6).
Menurut Afrizon, sepanjang tahun lalu, berbagai pelaku bisnis asuransi syariah umumnya membidik potensi pasar baru yang tidak menjadi bidikan langganan asuransi konvensional. Mereka membidik pasar baru dan bersaing merebut pasar itu bersama asuransi konvensional. Karena itu, menurut Afrizon, baik asuransi syariah maupun asuransi konvensioanl sebetulnya sama-sama membidik potensi pasar baru. Salah satu pasar baru yang dibidik, kata Afrizon, adalah potensi bisnis asuransi pada berbagai pemerintah daerah di Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, berdasarkan peraturan yang berlaku, berbagai pemerintah daerah diwajibkan melakukan tender asuransi bagi pegawai atau warga mereka. Sementara, sebelumnya berbagai pemerintah daerah langsung melakukan penunjukkan perusahaan asuransi. ''Dalam persaingan itu, asuransi syariah tidak kalah saing. Bahkan beberapa tender berhasil dimenangkan asuransi syariah,'' katanya.
Selain itu, menurut Afrizon, terdapat segmen pasar nasabah lain yang juga tidak menjadi bidikan asuransi konvensional. Salah satu segmen itu adalah segmen nasabah loyalis syariah. Karena itu, berdasarkan penelitian, diketahui cukup banyak nasabah asuransi syariah yang baru pertama kali berasuransi. Karena itu, Afrizon optimis, industri asuransi syariah di Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang dengan pesat.
Berdasarkan data biro perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Perasuransian Departemen Keuangan (Depkeu), dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan aset asuransi syariah rata-rata per tahun di Indonesia tercatat sebesar 40 persen. Sedangkan, pertumbuhan asuransi konvensional hanya mencapai 25 persen.
Afrizon menyebutkan, pertumbuhan industri asuransi syariah tanah air tahun ini diproyeksi akan berjalan cukup signifikan dibandingkan tahun lalu. Bahkan, aset asuransi syariah diproyeksi tumbuh minimal 40 persen tahun ini. Tahun lalu, aset asuransi syariah tercatat berada di atas angka Rp 1 triliun.
Kondisi tersebut didorong oleh cukup besarnya potensi Indonesia pada bisnis asuransi syariah sehingga cukup banyak investor yang tendorong dan masuk engembangkan bisnis itu. ''Masuknya berbagai pemain dalam asuransi syariah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan industri,'' ujarnya.
Faktor lain pendorong pertumbuhan aset asuransi syariah, menurut Afrizon, adalah meningkatnya kesadaran menjalankan prinsip-prinsip syariah oleh masyarakat, termasuk dalam berasuransi. Apalagi, saat ini jaringan produk dan layanan asuransi syariah telah tersebar ke berbagai provinsi. Selain itu, asuransi syariah memiliki kelebihan berupa pengembangan keuntungan investasi dari premi dibayar.
Kabag Keuangan dan SDM Asuransi Bumiputera Muda Syariah, Saiful Hadi juga mengaku optimistis industri asuransi syariah akan tumbuh cukup pesat tahun ini. Hal itu karena Indonesia memiliki potensi pengembangan bisnis asuransi syariah cukup besar. Alasannya, Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. ''Jadi, potensi pasar asuransi syariah di Indonesia masih sangat besar dan terbuka,'' ujar Saiful