Kampanye Pilkada, Paslon Disarankan Manfaatkan Ruang Publik

Ruang publik dapat dimanfaatkan saat kampanye dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

dok Bawaslu Solo
Sejumlah Alat Peraga Kampanye (APK) Pilkada Solo milik paslon 01 Gibran-Teguh dan paslon 02 Bagyo Wahyono-FX Suparjo (Bajo) didapati melanggar ketentuan.
Rep: Mimi Kartika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampanye daring yang harus diupayakan pasangan calon (paslon) dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020, terganjal sulitnya jaringan internet di sejumlah daerah. Menurut Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS), Arman Salam, paslon dapat memanfaatkan ruang publik saat kampanye dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

"Menurut saya memang dimaksimalkan fungsi ruang publik," ujar Arman saat dihubungi Republika belum lama ini.

Ia mengatakan, paslon dan tim suksesnya harus mampu memetakan wilayah dengan cara kampanye yang cukup efektif. Wilayah yang mungkin bisa diakses sendiri dengan kehadiran fisik dan tetap menghindari kerumunan seperti pedesaan, wilayah yang internet dan infrastrukturnya baik seperti perkotaan, atau wilayah yang internetnya masih banyak kendala.

Menurut Arman, mayoritas daerah di Indonesia, potensi keterpilihan masih dipengaruhi cukup besar oleh tingkat popularitas kandidat. Dengan demikian, tim kampanye harus bisa mempopulerkan paslon untuk meningkatkan tingkat keterkenalan di wilayah tersebut melalui ruang publik apabila internet memang tidak cukup memadai.

Misalnya pemasangan baliho, spanduk, kalender, stiker, dan sebagainya, yang didalamnya dicantumkan poin-poin dari program unggulan paslon. Walaupun belum maksimal, setidaknya publik mengetahui apa yang akan dilakukan calon apabila terpilih nanti.

Selain itu, tim kampanye juga dapat menggunakan mobil keliling yang membawa layar untuk menampilkan wajah paslon beserta visi, misi, dan programnya. Tentunya, setiap kegiatan kampanye harus dilakukan sesuai ketentuan dan peraturan.

Arman menuturkan, kunci dalam pertarungan kontestasi politik pilkada setidaknya ada empat hal. Pertama, seorang kandidat harus populer atau bisa dibilang terkenal.

Kedua, calon harus memiliki tingkat kesukaan yang tinggi. Menurut dia, program yang akan membuat publik itu suka di antaranya isu strategis dan menarik, serta program yang terukur dan dinamis.

Ia mencontohkan, daripada hanya kalimat, "Saya akan menjadikan kota A yang sejahtera dan bermartabat", lebih baik paslon memberikan program konkret. Misalnya, kandidat menggelontorkan dana desa dengan nominal yang disebutkan untuk pembangunan desa.

Ketiga, kandidat harus memiliki tingkat akseptibiltas atau tingkat kepantasan yang tinggi. Keempat, tingkat dukungan atau elektabilitas tinggi.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler