Bea Cukai Ungkap Berbagai Modus Jastip Barang Impor

Metode splitting mengakali batas nilai pembebasan sebesar 500 dolar AS per penumpang.

Tim Infografis Republika.co.id
Fenomena bisnis jasa titip (jastip).
Rep: Muhammad Nursyamsyi Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyampaikan memecah barang pesanan jasa titipan (jastip) atau modus splitting sebagai metode yang kerap digunakan para penyedia jasa titipan. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari menitipkan barang pesanan kepada beberapa orang sebagai barang bawaan penumpang atau melalui jasa kiriman barang.

Hal ini guna mengakali batas nilai pembebasan sebesar 500 dolar AS per penumpang yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa penumpang dan awak sarana pengangkut.

Heru menyebut masih terdapat oknum pedagang yang memanfaatkan kebijakan pembebasan bea masuk atau nilai cukai dengan batas tertentu atas barang impor atau de minimus value barang kiriman dengan memecah barang kiriman menjadi beberapa barang kiriman dan di bawah de minimus value dengan nilai cukup ekstrem pada hari yang sama.

Heru menyampaikan, sejak penerapan program anti-splitting melalui PMK 112/PMK.04/2018 pada Oktober 2018, Bea Cukai berhasil menjaring 72.592 Consignment Notes (CN) dengan nilai mencapai Rp 4 miliar pada 2018. Angka ini, lanjut Heru, naik menjadi 140.863 CN dengan nilai penerimaan mencapai Rp 28,05 miliar pada 2019.

"Program ini sudah berjalan dan efektif. Kalau tidak kita deteksi, penerimaan sebesar itu bisa hilang," kata Heru saat jumpa pers tentang kegiatan penertiban impor barang bawaan penumpang jasa titip (jastip) di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (27/9).
         
Heru merinci daftar barang-barang yang terjaring kebanyakan meliputi arloji, sepatu, pakaian, elektronik, bunga telepon genggam.

Heru menilai, program anti-splitting cukup efektif menangkal masuknya barang-barang tersebut lantaran memiliki smart system berupa sistem komputer yang mampu mengenali secara otomatis nama-nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah bea masuk dan pajak impor.

"Penindakan ini untuk meningkatkan kepatuhan pengguna jasa dan memastikan hak-hak neaftat serta melindungi hasil industri dalam negeri dan kompetisi usaha yang sehat," ucap Heru.

Baca Juga

 
Berita Terpopuler