Amendemen Terbatas UUD Ditargetkan Selesai 2016

Republika/Agung Supriyanto
Ahmad Basarah
Rep: Eko Supriyadi Red: Winda Destiana Putri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Sosialisasi MPR RI Ahmad Basarah menyatakan wacana mengembalikan kewenangan MPR RI untuk menyusun dan menetapkan GBHN.

Hal itu didasarkan atas analisis dari waktu dan wacana media pascarakernas PDIP 10-12 Januari 2015  di mana respons masyarakat sangat antusias.

"Itu secara teori psikologi komunikasi bahwa gagasan menetapkan lagi GBHN dinilai penting untuk bangsa," kata Basarah dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (29/2).

Selama melakukan sosialisasi Empat Pilar, ada dorongan kepada MPR agar Indonesia memiliki GBHN sehingga diputuskan MPR akan menindaklanjuti wacana tersebut.

Menurut Basarah, kesepakatan dalam rapat gabungan (ragab) di antara pimpinan MPR dan fraksi-fraksi, MPR akan memulai tahapan perubahan amendemen terbatas UUD tahun ini.

Ragab merupakan forum tertinggi setelah rapat paripurna MPR sehingga keputusannya cukup kuat dan memiliki legitimasi yang tinggi.

"Badan penganggaran MPR juga mengalokasikan anggaran perubahan UUD 2016. Dengan demikian, perkembangan terakhir MPR kami perkirakan dalam beberapa waktu ke depan akan hangat kembali," ujar dia.

Irgan Khairul Mahfid, anggota MPR fraksi PPP, menyebutkan, tidak ada ruang untuk mengatakan tidak dalam menghidupkan GBHN kembali.

Menurutnya, upaya untuk mengevaluasi kembali sejauh mana perjalanan bangsa, apakah masih on the track seperti yang diinginkan pendiri bangsa.

Ia mengatakan, selama kekerasan atas nama agama masih ada, kesenjangan ekonomi juga masih ada. Belum lagi komunikasi antara pemerintah daerah dan pusat juga kerap bermasalah.

"Sehingga, harus ada pembangunan yang berkelanjutan. Kita berharap kalau pun dihidupkan, bukan penyeragaman kearifan lokal," ucap dia.

Irgan menuturkan, jangan sampai penetapan GBHN terkesan ingin mengembalikan Indonesia ke masa Orde Baru dengan dalih Repelita. Dengan begitu, perlu kajian panjang agar GBHN jangan hanya menjadi mantra.

"Apakah kita betul-betul sudah menangkap suasana kebatinan masyarakat, atau kondisi darurat sehingga dibutuhkan GBHN," katanya.

 
Berita Terpopuler