Megawati Kritik Sistem Ketatanegaraan Indonesia

MPR
Megawati Soekarno Putri menghadiri seminar konstitusi di MPR, Selasa (18/8).
Rep: Eko Supriyadi Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarno Putri, mengkritik sistem ketatanegaraan Indonesia, yang dinilainya sudah tidak sesuai dengan apa yang dicita-citakan founding fathers bangsa. Ia menialai, politik Indonesia tidak tertata dengan rapih dan kurang nilai-nilai kenegarawanan.

Ketua Umum PDIP itu menyebutkan, demokrasi ala Indonesia, sebenarnya lebih maju dari pemikiran barat. Desain ketatanegaraan Indonesia tidak mengandung pemisahan kekuasaan, dan MPR sebagai lembaga kekuasaan tertinggi.

''Apa perundangan-undangan kita sudah benar, menurut saya amburadul. Sebelum merdeka mengunakan UU Belanda. Kenapa UU Belanda masih dipakai meski sudah merdeka,'' kata Megawati di Kompleks Parlemen, Jakarta, saat menghadiri seminar konstitusi, Selasa (18/8).

Megawati mengkisahkan, ia pernah mengirim surat ke Belanda. Mereka mengatakan, banyak perundangan di Indonesia yang berasal Belanda sudah tidak digunakan lagi di negara asalnya. Karena itu, ia menyarankan adanya sebuah kajian menyeluruh terhadap UU, agar dikembalikan sebagaimana  kehendak para pendiri bangsa. Padahal UUD 1945 sudah diamandemen sebanyak 4 kali.

''Harus disandingkan antara UU dan UU 45, mana yang berguna dan tidak,'' ujar dia.

Dengan tata pemerintahan seperti itu. Lanjut Mega, maka MPR hadir sebagai perwujudan kedaulatan negara dan lembaga tertinggi negara. Prinsip yang ingin ia tegaskan adalah keseleruhan konsep sitem MPR yang dibuat founding fathers, adalah yang paling sesuai dengan kepribadian bangsa.

''Berangkat dari semangat jiwa dan isi keselurahan dari UUD 45 yang asli. Sikap ini penting,'' tegasnya.

 
Berita Terpopuler