Duet Anies-Sohibul Dinilai Cerminan Konsistensi PKS yang Berisiko

Dalam politik elektoral, PKS harus membangun koalisi dengan kekuatan politik lain.

tangkapan layar DPP PKS
Pasangan Anies Baswedan-Sohibul Iman di Pilkada DKI.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Antara

Baca Juga

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah mengumumkan pasangan Anies Baswedan-Sohibul Iman untuk diusung menjadi bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur Jakarta pada 2024. The Indonesian Institute (TII) menilai, keputusan PKS mengusung duet Anies-Sohibul cerminan konsistensi yang berisiko.

"Perlu diapresiasi bahwa keputusan ini merupakan sikap konsisten PKS. Akan tetapi, dalam politik elektoral, perlu membentuk dukungan dengan pihak lain untuk memenuhi persyaratan pencalonan," kata Peneliti Bidang Politik TII Felia Primaresti dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (28/6/2024).

Felia menjelaskan, bahwa PKS memiliki rekam jejak sebagai partai yang sangat konsisten dengan nilai-nilainya, dan jarang membuka ruang kerja sama dengan pemerintahan atau kelompok yang berada di pemerintahan. Selain itu, dia berpendapat bahwa PKS berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang diyakini meskipun sering kali mengisolasi mereka dari arus utama politik.

Oleh sebab itu, Felia menilai langkah PKS yang mengusung Anies-Sohibul dapat menjadi langkah yang berisiko tinggi, mengingat posisi PKS yang berada di luar pemerintahan.

Terlebih, lanjut dia, perolehan suara PKS dalam Pemilu Anggota DPRD DKI Jakarta 2024 masih belum cukup untuk mengusung kader sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain. Adapun PKS pada Pileg DPRD DKI Jakarta 2024 memperoleh sebanyak 1.012.028 suara atau 16,68 persen.

"Kalau orientasi PKS untuk menang, jelas tidak bisa kalau jalan sendirian," ujarnya.

Dikatakan pula, bahwa pencalonan Anies-Sohibul oleh PKS dapat diartikan sebagai strategi untuk perkuat posisi mereka di mata pemilih. Anies yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, kata dia, dikenal memiliki basis dukungan yang kuat, dan popularitas yang tinggi di kalangan pemilih. Sementara itu, Sohibul Iman sebagai tokoh senior di PKS diharapkan dapat membawa pengalaman dan kredibilitas terhadap pasangan tersebut.

Walaupun demikian, menurut Felia, terdapat tantangan yang tidak mudah untuk dihadapi oleh PKS dan pasangan Anies-Sohibul di tengah situasi politik yang dinamis, terlebih muncul wacana pencalonan putra Presiden RI Joko Widodo sekaligus Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.

"Jika wacana ini terealisasi, dipastikan banyak partai politik yang akan tertarik untuk bergabung dan mendukung Kaesang, mengingat popularitas dan pengaruh politik keluarganya. Belum lagi faktor Jokowi dan para pendukungnya, serta pengalaman pada Pilpres 2024," katanya.

Tantangan berikutnya, kata dia, kemungkinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang mempertimbangkan untuk kembali mengusung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon gubernur. Menurut dia, Ahok memiliki rekam jejak, baik kinerja maupun kontroversi dalam pengalamannya sebagai kepala daerah, termasuk di Jakarta. Selain itu, Ahok masih memiliki pendukung setia sehingga dapat menjadi pesaing berat dalam Pilkada Jakarta.

Oleh karena itu, Felia menyarankan untuk sementara ini publik perlu mengamati dahulu bagaimana strategi PKS dan pasangan Anies-Sohibul akan berkembang. Perlu juga dicermati dinamika pencalonan dari partai-partai lainnya, serta ide-ide program awal yang ditawarkan para kandidat yang masih digadang-gadang.

 

Peneliti senior Populi Center Usep S Ahyar menilai, komposisi pasangan Anies-Sohibul tidak terlalu menarik untuk partai lain bergabung membangun koalisi dengan PKS. Ia menyangsikan ada partai lain yang akan mendukung pasangan Anies-Sohibul, lantaran keduanya relatif dekat secara ideologi, sehingga tak mewakili keberagaman. 

"Saya sangsi partai lain akan mendekat," kata dia saat dihubungi Republika, Kamis (27/6/2024).

Usep menilai, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sudah mendeklarasikan diri untuk mendukung Anies menjadi cagub DKI Jakarta bahkan berpeluang untuk tak gabung dengan PKS. Apalagi, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB DKI Jakarta juga memiliki opsi sejumlah nama yang bisa mendampingi Anies, seperti Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep, dan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

Usep menduga, PKB sengaja menawarkan tokoh di luar internal kadernya karena memiliki kepentingan yang lebih besar dibanding mengincar posisi cawagub DKI Jakarta. Ia mencontohkan, dengan memunculkan nama Kaesang misalnya, PKB bisa masuk dalam koalisi pemerintah. 

"Kalau dengan PDIP, itu untuk kepentingan di pilkada lain. Karena di tingkat bawah, kader PDIP dengan PKB itu beririsan. Sementara dengan PKS, PKB tidak sama secara ideologi dan kepentingan politik," ujar dia.

Karena itu, Usep menilai, ketika PKS mengunci nama Sohibul Iman sebagai cawagub, partai lain kemungkinan tidak mau berkoalisi. Karena itu, Anies harus hati-hati dalam menentukan langkah politiknya.

"Kalau dia kalau tidak bawa partai untuk berkoalisi dengan PKS, itu akan stagnan," kata dia.

Menurut Usep, Anies harus berani untuk membentuk koalisi baru apabila mengincar jalan untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Artinya, Anies harus mulai membangun jaringan politiknya, yang selama ini diidentikan dengan PKS.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menggandeng pendamping dari partai di luar PKS. "Lebih baik Anies kerja sama dengan PDIP dan tetap mempertahankan yang sudah ada, seperti PKS," kata dia.

Usep menilai, Anies tetap memiliki peluang menang apabila bekerja sama dengan PDIP. Pasalnya, Anies relatif mandiri dan tidak tergantung partai atau sosok lain, khususnya di Jakarta. Artinya, elektabilitas Anies akan tetap tinggi meskipun berpasangan dengan kader PDIP.

Di sisi lain, PDIP juga memiliki kepentingan untuk mengusung Anies dalam Pilgub DKI Jakarta. Mengingat, PDIP harus mencari sosok kuat untuk melawan koalisi pemerintah.

Di satu sisi, Usep yakin, PKS juga akan tetap mendukung Anies meskipun nanti kadernya tak mendapatkan jatah cawagub. Menurut dia, sangat kecil kemungkinan PKS akan meninggalkan Anies.

"Karena kalau PKS gabung pemerintah, itu tidak akan menguntungkan bagi mereka. Selama ini, PKS diuntungkan dengan mengusung Anies. Taruhannya, suara mereka akan anjlok suara mereka pada 2029 (apabila berpaling dari Anies)," kata dia.

Wakil Ketua Umum (Waketum) PKB Jazilul Fawaid mengaku akan menghargai sikap PKS yang ingin mengunci pasangan Anies dengan kader internal mereka. Namun, menurut dia, keputusan untuk menentukan cawagub DKI Jakarta seharusnya dibahas dengan partai lain yang hendak mengusung Anies.

"Hemat saya, partai koalisinya difinalkan dulu baru bicara posisi masing-masing. Ini kan belum pernah secara resmi duduk bersama, tapi sudah diambil semacam kesimpulan," kata dia ketika dikonfirmasi Republika, Kamis (27/6/2024).

Jazilul menilai, selama ini Anies sudah identik dengan PKS. Karena itu, memasangkan Anies dengan Sohibul, yang notebene merupakan kader PKS, adalah hal yang tak mencerminkan keberagaman.

"Selama ini Pak Anies sudah identik dengan PKS, meski bukan kader dan pengurus PKS. Maka Ini semacam pasangan jeruk dengan jeruk," ujar dia.

PKS memang telah bulat untuk mengusung pasangan Anies Baswedan-Sohibul Iman dalam Pilgub DKI Jakarta 2024. Meski baru dideklarasikan oleh satu pihak, PKS akan terus berupaya membangun koalisi dengan partai lainnya. 

Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengakui, partainya tidak bisa mengusung pasangan tanpa adanya koalisi dalam Pilgub DKI Jakarta. Karena itu, pihaknya masih berupaya membangun koalisi dengan partai lainnya untuk mendukung pasangan Anies-Sohibul.

"Terus kita akan lakukan komunikasi. Syukur-syukur kita juga akan terus membangun koalisi bersama," kata dia di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Diketahui, syarat bagi partai untuk mengusung pasangan calon dalam Pilgub DKI Jakarta adalah memiliki sedikitnya memiliki dukungan 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara hasil pemilu terakhir. Artinya, minimal harus ada 22 kursi DPRD atau sekitar 1,5 juta dari total 6,06 juta suara sah hasil pemilu terakhir di DKI Jakarta.

Sementara itu, PKS hanya mendapatkan 18 kursi DPRD Provinsi DKI Jakarta dalam Pemilu 2024. Sementara total suara sah yang diraih PKS di pemilu terakhir di Jakarta hanya 1,01 juta suara.

"Memang kami berhadapan pada sebuah realitas bahwa ini belum bisa melangkah karena belum cukup kursinya. Oleh karena itu, saya juga minta Pak Anies dan kita semua akan berikhtiar untuk mencari kursi tambahan, sehingga insyaallah perahu bisa berlayar," kata Syaikhu.

Jadwal Pilkada Serentak 2024 - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler